Bisnis.com, BEIJING—Penjualan sektor ritel Jepang mengalami peningkatan dengan laju tertinggi pada Maret lalu terkait dengan rencana penaikan pajak penjualan 1 April.
Konsumen Jepang tampaknya benar-benar memanfaatkan waktu belanja barang, sebelum Negeri Sakura itu menaikkan pajak penjualan nasional per 1 April lalu.
Tingkat penjualan ritel tahunan pada Maret meningkat 11%, sesuai dengan estimasi rata-rata. Nilai ini merupakan laju tercepat sejak pemerintah Jepang terakhir kali menaikkan pajak penjualan nasional pada 1997.
Konsumen menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka pada barang-barang elektronik, perlengkapan toilet, serta pakaian, untuk menghindari pengeluaran yang lebih tinggi pada masa yang akan datang.
Data juga mengimplikasikan langsung kondisi setelah kenaikan pajak penjualan, di mana nilai belanja konsumen akan jatuh, namun diperkirakan tidak akan di luar perkiraan bank sentral Jepang.
Ekonom juga berekspektasi penjualan bisa melambung pada Mei mendatang, yang berarti pemulihan ekonomi tidak akan tergelincir.
“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan berlebihan, karena sepertinya hal-hal berjalan sesuai dengan perkiraan Bank of Japan (BOJ),” kata Shuji Tonouchi, senior bidang pemasukan strategis di Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities di Tokyo, Minggu (27/4). Pemerintah Jepang menaikkan pajak penjualan nasional menjadi 8% dari sebelumnya 5% mulai 1 April 2014.
Kebijakan BOJ ini dilakukan atas dasar niat memperoleh uang ekstra untuk operasional negara, namun tindakan ini juga menyebabkan volatilitas pada data ekonomi dan membuat negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia ini memasuki masa kontraksi berkepanjangan jika konsumen menghindari harga tinggi.