Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SBY & Cameron Diperintahkan Lindungi Masyarakat Adat

Level Panel Tingkat Tinggi Tokoh Terkemuka didesak untuk melindungi masyarakat adat pada pembangunan pasca 2015, atau setelah berakhirnya tahun untuk Tujuan-Tujuan Pembangunan Milenium.

Bisnis.com,JAKARTA - Forum Level Panel Tingkat Tinggi Tokoh Terkemuka didesak untuk melindungi masyarakat adat pada pembangunan pasca 2015, atau setelah berakhirnya tahun untuk Tujuan-Tujuan Pembangunan Milenium.

Hal itu disampaikan secara bersama oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Down to Earth (DTE), organisasi pemantau keadilan ekologis, yang berbasis di Inggris. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Inggris David Cameron adalah orang yang ditunjuk oleh Sekretaris Jendral PBB untuk memberikan saran untuk kerangka kerja pembangunan global pasca 2015 dalam forum tersebut.

AMAN dan DTE menyatakan salah satu isi laporan panel menyatakan bahwa agenda pasca 2015 berpusat pada warga, termasuk pihak yang terpapar oleh kemiskinan dan pengucilan, perempuan, remaja, lansia, kalangan difabel dan masyarakat adat.

"Kami mendesak Presiden Yudhoyono dan Perdana Menteri Cameron untuk menindaklanjuti komitmen mereka terhadap masyarakat adat," demikian dalam keterangan resminya, Jakarta (18/3/2014).

Terkait dengan Indonesia, kedua organisasi itu menyatakan Presiden Yudhoyono harus melakukan intervensi terkait dengan pengelolaan hutan masyarakat adat, yang dikeluarkan dari hutan negara. Hal itu sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu soal hutan adat.

Sedangkan untuk Perdana Menteri Cameron, AMAN dan DTE memaparkan, pihaknya mendesak agar pemerintah Inggris meninjau kembali pelbagai kebijakannya terhadap Indonesia. Hal itu agar kebijakan yang bertentangan dengan bisnis dan hak asasi manusia dapat diubah untuk mendukung rekomendasi dalam  Level Panel Tingkat Tinggi Tokoh Terkemuka. Diketahui, terdapat lebih dari miliaran orang tinggal di area pedesaan dan tergantung dengan hutan untuk bertahan hidup.

"Ini adalah satu alasan mengapa langkah  untuk  melindungi masyarakat adat di Indonesia   dalam pengelolaan  hutannya menjadi bagian krusial pada masa depan berkelanjutan," demikian AMAN dan DTE.

Sebelumnya, Riset Rights and Resources Initiative (RRI) berjudul Global Capital, Local Concessions: A Data Driven Examination of  Land Tenure Risk and Industrial Concessions in Emerging Market Economies memaparkan temuannya soal lahan adat. Riset itu menemukan sedikitnya 56.102 hektare lahan adat di Kalimantan mengalami tumpang-tindih dengan konsesi perkebunan kelapa sawit. Masalah itu akhirnya menimbulkan konflik lahan.

RRI mengatakan bahwa Indonesia mengalami konflik lahan yang biasanya muncul antara pemerintah dan masyarakat adat. Aturan mengenai hutan negara dan peta telah digunakan untuk klaim hak-hak komersial di mana tanah tersebut justru dimiliki masyarakat adat.
Khusus Indonesia, penilaian dilakukan berdasarkan pada Global Forest Watch dengan peta adat dari Badan Registrasi Wilayah Adat.

"Di Kalimantan sendiri, 15 dari 16 tanah leluhur mengalami tumpang-tindih dengan konsesi kelapa sawit," demikian temuan riset tersebut.

Riset itu memaparkan lahan-lahan, untuk pertanian dan kehutanan, yang terdampak sekitar 383.046 hektare. Sedangkan lahan adat yang tumpang-tindih mencapai 56.102 hektare.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Anugerah Perkasa
Sumber : Anugerah Perkasa

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper