Bisnis.com, SAMARINDA -- Pada 2013, ekspor batu bara Kaltim mencapai 265 juta ton dengan tujuan ekspor utama yakni China 30,2%, disusul India 27,2% dan Korea Selatan 11,5%.
Untuk tahun 2014 ekspor batu bara Kaltim diperkirakan bakal terdongkrak permintaan dari India yang mengalami masalah produksi.
"Pada 2014, ekonomi China diproyeksi melambat dari 7,6% menjadi 7,3%, sedangkan India meningkat dari 3,8% ke 5,1%. Ini memengaruhi ekspor batu bara Kaltim. Pangsa ekspor Indonesia ke China cenderung konstan (30%), sementara India naik dari 21% menjadi 28% dalam 3 tahun terakhir," jelas Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kaltim, Ameriza M. Moesa, dalam Forum Group Discussion, Rabu (12/3/2014)
Dikatakan Ameriza, permintaan China atas batu bara Indonesia tetap dominan dan diperkirakan meningkat pada akhir kuartal I/2014.
Masalah produksi di India menjadi peluang Indonesia, biasanya impor India mencapai 51,6% atau sekitar 80 juta ton.
Selain China dan India, tahun 2014 peluang pasar ekspor batu bara Kaltim ke Jepang dinilai masih prospektif dengan kenaikan ekspor 7,5 juta ton.
Selain itu, kebutuhan listrik Malaysia yang diprediksi naik 5% per tahun dengan impor dari Indonesia 67% dinilai ikut mendorong permintaan batu bara.
Kemudian, pengiriman ke Taipower, Taiwan, periode ini sekitar 1 juta dari total kontrak 3,6 juta ton.
Produksi batu bara pada 2013 masih tumbuh cukup tinggi.
Estimasi produksi batu bara Indonesia mencapai 421 juta ton, naik 9,1% dari tahun lalu dengan rerata pertumbuhan 10 tahun sebesar 14,3%.
Kenaikan produksi ini didorong oleh Kaltim dan Kalsel dengan kontribusi dari pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) naik dari 65% menjadi 67%.
"Tantangan industri batu bara 2014 adanya pemilu sehingga pelaku industri wait and see. Kemudian adanya kebijakan pemerintah terkait UU No. 7 Tahun 2009 dan Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 walau spesifikasi untuk mineral. Namun, menyebabkan delayed pemeriksaan di pelabuhan," jelas Ameriza.
Tantangan lainnya menurut Ameriza, industri batu bara akan menghadapi pengontrolan produksi dan rencana kenaikan royalti IUP dari 3%-7% menjadi 13,5%.
Selain itu, kesan negatif karena kerusakan lingkungan yang mengabaikan kaidah good minning practice.