Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Multi Structure Kembali Dimohonkan Pailit Oleh Hidup Baruna

Setelah sempat ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, PT Hidup Baruna kembali melayangkan permohonan pailit terhadap PT Multi Structure di pengadilan yang sama.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah sempat ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, PT Hidup Baruna kembali melayangkan permohonan pailit terhadap PT Multi Structure di pengadilan yang sama.

Kuasa hukum Hidup Baruna Latu Suryono dari HP & Partners Law Firm mengatakan ada beberapa perubahan dalam permohonan kali ini. “Pemohonnya bertambah dan kreditur lainnya berbeda,” ungkapnya kepada Bisnis, Rabu (5/3/2014).

Latu menuturkan berbekal penolakan terdahulu, pihaknya menyederhanakan keberadaan utang. Jumlah utangnya pun lebih kecil ketimbang di permohonan sebelumnya.

Undang-Undang Nomor 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) memang menyatakan permohonan pailit atau PKPU bisa diajukan jika keberadaan utang dapat dibuktikan secara sederhana.

Dia menyebutkan nilai tagihan kali ini berkisar di angka Rp2 miliar, sedangkan sebelumnya mencapai Rp8,9 miliar. Berkurangnya besaran utang dilatarbelakangi oleh penyederhanaan keberadaan utang yang diklaim pemohon.

Berdasarkan data Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, perkara bernomor 07/Pailit/2014/PN.JKT.PST itu memunyai dua pemohon. Selain Hidup Baruna, pemohon lainnya adalah Lay Herdianto.

Dalam perkara terdahulu, Lay berkedudukan sebagai kreditur lain. Tetapi, untuk permohonan ini Latu tidak menyebutkan siapa kreditur lainnya. “Yang jelas jumlah tagihannya Rp2,5 miliar,” terangnya.

Atas permohonan ini, Bisnis belum berhasil menghubungi kuasa hukum Multi Structure.

Persidangan sengketa utang ini telah memasuki tahap jawaban. Sidang selanjutnya dijadwalkan digelar Rabu pekan depan dengan agenda replik.

Seperti diketahui, pada akhir 2013 pihak Hidup Baruna melayangkan permohonan pailit terhadap Multi Structure karena dinilai berutang Rp8,9 miliar.

Dalam berkas permohonannya ketika itu, pemohon menerangkan Multi Structure telah menyewa beberapa alat, seperti excavator dan buldozer kepada mereka. Namun, tidak disebutkan tujuan peminjaman alat-alat itu.

Pemohon menyebutkan terdapat 16 perjanjian kerja antara mereka dengan termohon. Kesepakatan-kesepakatan tersebut terjadi antara 6 Agustus 2008 hingga 8 Desember 2009. Adapun waktu berakhirnya perjanjian berkisar antara 15 Juni 2009 sampai 30 Desember 2010.

Hidup Baruna, yang berkantor di Banda Aceh, Aceh, menyertakan Lay Herdianto sebagai kreditur lain. Pemohon menuturkan termohon memunyai kewajiban sekitar Rp2 miliar kepada Lay.

Tetapi, permohonan tersebut ditolak oleh majelis hakim yang saat itu diketuai oleh Nawawi Pomolango. Majelis hakim menyatakan permohonan ditolak lantaran keberadaan utang tidak sederhana.

Meski hubungan bisnis di antara kedua perusahaan memang terbukti, tapi jumlahnya tidak pasti. Selain itu, majelis hakim menuturkan mereka tidak menemukan surat peringatan atau somasi yg turut menentukan utang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Hidup Baruna merupakan kontraktor pertambangan, sedangkan Multi Structure bergerak di pembangunan infrastruktur dan irigasi serta jasa konstruksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Annisa Margrit
Editor : Sepudin Zuhri

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper