Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Manufaktur Asia Terjungkal

Aktifitas manufaktur di antara negara eksportir utama Asia menunjukkan performa kurang mengesankan pada Februari tahun ini.n
 Manufaktur China/Reuters
Manufaktur China/Reuters

Bisnis.com, BEIJING — Aktifitas manufaktur di antara negara eksportir utama Asia menunjukkan performa kurang mengesankan pada Februari tahun ini.

China memimpin penurunan pada sektor manufaktur sehingga memperkuat indikasi adanya perlambatan ekonomi di negara Komunis teresbut.

Pesanan baru China merosot pada Februari dibandingkan dengan Januari seiring dengan permintaan dari Jepang dan Korea Selatan mulai melemah. Data ekonomi China secara kontras menunjukkan aktifitas pada Januari tahun ini justru menikmati ekspansi permintaan dari luar negeri.

Indeks manufaktur China (purchasing managers index/PMI) yang dirilis HSBC/Markit mencatat penurunan menjadi 48,5 pada bulan lalu, menembus level terendah selama 7 bulan dan penurunan berturut-turut selama 3 bulan.

Sementara itu, pemerintah China juga merilis PMI yang anjlok menjadi 50,2, mengindikasikan pertumbuhan manufaktur terlambat selama 8 bulan terakhir. Meskipun begitu, sektor manufaktur masih menunjukkan ekspansi karena angka PMI diatas 50 memperlihatkan ekspansi ekonomi dan angka di bawah 50 menandakan kontraksi. 

“Tanda-tanda menjadi sangat jelas sehingga risiko peenurunan produk domestik bruto semakin jelas,” Hongbin Qu, Ketua Ekonom untuk China HSBC, Senin (3/3).

Tidak hanya China, Jepang dan Korea Selatan juga mengalami nasib serupa. HSBC/Markit mencatat indeks PMI Korea Selatan merosot menjadi 49,8 pada Februari, kontraksi pertama pada sektor manufaktur selama 5 bulan terakhir. Pertumbuhan pesanan baru meningkat tipis, tetapi melaju pada laju terlemah selama 5 bulan.       

Manufaktur Jepang masih tumbuh cukup kuat seiring dengan komitmen pemerintah untuk mengguyur syimulus pasca kenaikan pajak penjaualan. Tetapi, Markit/JMMA merilis PMI Jepang sebesar 55,5, penurunan pertama selama 7 bulan.

Selain itu, pesanan baru masih tumbuh agresif tetapi tetap menunjukkan penurunan berturut-turut selama 3 bulan terakhir.

Sektor manufaktur Indonesia juga menunjukkan penurunan menjadi 50,5 pada bulan lalu, lebih rendah dibandingkan PMI Januari 2014 yaitu 51,0. PMI Indonesia yang dirilis HSBC Indonesia mengindikasikan pemulihan yang lambat di sektor manufaktur.

Perusahaan yang tersebar di Indonesia masih didera kerugian akibat banjir dan erupsi Gunung Kelud sehingga pemulihannya belum maksimal. Indeks pesanan baru terlihat meningkat, walaupun masih berada pada laju terlemah selama 5 bulan terakhir.

Berbeda dengan India, negara yang kurang bergantung pada ekspor, PMI meningkat menjadi 52,5, mencatat kenaikan tertinggi selama satu tahun. Secara keseluruhan, pesanan baru juga meningkat dengan laju terkuat.

Ekonom HSBC Leif Eskesen mengatakan penaikan PMI tersebut merupakan hasil dari kebijakan pemerintah yang berhasil mengurangi ketidakpastian beberapa tahun terakhir. Pada saat itu, Rupee melemah hingga ke level terendah terhadap dollar seiring dengan kekhawatiran investor terhadap melebarnya neraca transaksi berjalan.

Selain itu, PMI Uni Eropa diprediksi tumbuh stabil pada Februari dari Januari 2014. Senada dengan Eropa, PMI AS juga diproyeksikan bakal pulih. Meskipun begitu, pesanan baru dikhawatirkan masih akan melemah seperti pada Januari tahun ini akibat cuaca buruk. (Reuters/Amanda K. Wardhani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Reuters

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper