Bisnis.com, DENPASAR - Resistensi dari pemerintah Kabupaten/kota menyebabkan Provinsi Bali menunda rencana peleburan program Jaminan Kesehatan Daerah ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dari semula 2015 menjadi 2019.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya menyampaikan pemerintah kabupaten/kota wilayah Bali keberatan dengan skenario kenaikan premi jaminan sosial yang akan membebani anggaran daerah. Selama ini, anggaran Jamkesda berasal dari Pemprov Bali 55%, sisanya menjadi tanggungan sembilan kabupaten/kota.
Sebagai gambaran, selama ini Pemda menjamin kesehatan 2,7 juta warga Bali dalam program Jamkesda dengan premi Rp10.000 per orang per bulan, sehingga totalnya sekitar Rp343 miliar. Jika melebur ke dalam program JKN, maka kewajiban premi naik menjadi Rp19.225 per orang per bulan atau mencapai Rp800 miliar.
“Penggabungan Jamkesda ke BPJS ditunda dari rencana awal 2015 menjadi 2019, kabupaten keberatan dengan skenario yang ditawarkan karena beban sharing-nya meningkat. Jadi sementara begini saja dulu,” ujarnya, Rabu(26/2/2014).
Selain itu, Pemda juga mengkhawatirkan alokasi dana Jamkesda yang berada di kantung BPJS. Selama ini, jika anggaran Jamkesda tidak terpakai akan menjadi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA). Nantinya jika kelebihan dana di BPJS tidak akan kembali ke daerah.
Dalam proses diskusi, sambung dia, ada tiga opsi yang ditawarkan sebagai solusi jaminan kesehatan. Pertama, Jamkesda melebur ke JKN dan beban anggaran Pemda naik. Kedua, stratifikasi masyarakat untuk menentukan hanya kelas menengah ke bawah yang mendapat tanggungan Pemda. Terakhir, Pemda sama sekali tidak memberi jaminan sehingga warga Bali harus membayar sendiri premi JKN.
Suarjaya menilai opsi kedua paling adil dan memungkinkan untuk dijalankan. Nantinya, klasifikasi kriteria ekonomi masyarakat Bali bisa dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dengan bantuan Badan Pusat Statistik (BPS), meski membutuhkan waktu cukup panjang.
Kepala Divisi Regional XI Bali dan Nusa Tenggara BPJS Ni Made Ayu Sri Ratna Sudewi mengatakan semakin cepat integrasi Jamkesda ke BPJS akan semakin baik. Pasalnya, percepatan kepastian jaminan kesehatan harus bisa segera disediakan untuk kepentingan masyarakat.
“Konsentrasi Pemda dan pemerintah pusat dalam penyelenggaraan JKN sangat diperlukan. Semakin cepat ruang lingkup menyeluruh akan baik sehingga risiko tingginya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat bisa teratasi,”jelasnya panjang.
Sebagai informasi, total penduduk Bali tercatat sebanyak 4 juta jiwa. Premi jaminan kesehatan 904.859 warga yang tergolong tidak mampu menjadi tanggungan pemerintah pusat, sebanyak 1,4 juta jiwa sudah menjadi peserta Jamsostek, Askes dan jamkesmas yang langsung menjadi peserta BPJS.
Berdasarkan rancangan BPJS, seluruh masyarakat Indonesia wajib menjadi peserta JKN mulai 1 Januari 2014 hingga tenggatnya 1 Januari 2019.
Per 1 Februari 2014, BPJS sudah bekerja sama dengan 16.548 fasilitas kesehatan tingkat I secara nasional. Jumlah itu terdiri dari, 9.133 Puskesmas, 3.715 dokter umum, 1.724 klinik swasta/pratama, 799 klinik TNI, 620 dokter gigi praktek, 558 klinik POLRI, 19 rumah sakit (RS) pratama.
Sementara itu, untuk tingkat II atau lanjutan jumlahnya hanya 1.750 fasilitas kesehatan. Antara lain, 641 RS pemerintah, 919 RS swasta, 108 RS TNI, 45 RS POLRI, dan 37 klinik utama atau balai kesehatan.
Perkembangan Kerja Sama BPJS dengan Faskes Tingkat I Nasional Per 1 februari 2014
Faskes Primer Jumlah
Puskesmas 9.133
Dokter Umum 3.715
Dokter Gigi PrakteK 620
Klinik Swasta/Pratama 1.724
Klinik TNI 799
Klinik POLRI 558
RS Pratama/setara 19
Total 16.548
Perkembangan Kerja Sama BPJS dengan Faskes Lanjutan Nasional Per 1 februari 2014
Faskes Primer Jumlah
RS Pemerintah 641
RS Swasta 919
RS TNI 108
RS POLRI 45
Klinik Utama/Balai Kesehatan 37
Total 1.750