Bisnis.com, HONG KONG — Defisit perdagangan Jepang pada Januari menyentuh rekor terbanyak karena lonjakan biaya impor membebani usaha Perdanan Menteri Shinzo Abe untuk mendorong pemulihan ekonomi.
Menurut Departemen Keuangan di Tokyo pada Kamis (20/2/2014) kekurangan tercatat sebanyak 2,79 triliun yen atau setara dengan US$27,3 miliar. Impor melonjak 25% dari tahun sebelumnya dan ekspor naik 9,5%.
Total defisit itu melebihi rata-rata perkiraan dalam survei Bloomberg News kepada 28 ekonom yakni sebesar 2,49 triliun yen. Defisit perdagangan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Jepang yang lebih rendah dari proyeksi 1% pada kuartal keempat.
Penurunan mata uang telah menaikan biaya impor karena reaktor nuklir negara tetap di tutup. Sementara keuntungan ekspor yang didapat dari penurunan mata uang yang telah lebih dari 20% terhadap dolar dalam 2 tahun terlihat sangat terbatas.
“Jepang sedang membayar konsekuensi untuk kebijakan transformasi energinya,” kata Naohiro Niimura, seorang partner di Market Risk Advisory Co. di Tokyo. Menurutnya, tren neraca perdagangan ini akan terus berlangsung untuk sementara waktu dan mengikis kekuatan ekonomi sedikit demi sedikit.