Bisnis.com, JAKARTA - Gunung Kelud, barangkali tidak seterkenal Gunung Merapi di Jawa Tengah, bahkan mungkin sebagian orang baru mengenal Kelud setelah gunung yang berada di perbatasan Kabupaten Blitar dan Kediri itu meletus dahsyat pada Kamis malam (13/2) pukul 22.50 WIB.
Namun, bagi sebagian orang yang mengenal gunung yang 'hanya' setinggi 1.776 meter dari bawah permukaan laut (Mdpl), tentu tidak akan heran gunung itu membuat heboh Indonesia, karena sempat 'melumpuhkan' aktivitas kehidupan hampir seluruh Pulau Jawa.
Kelud yang dalam bahasa Belandanya disebut Klut, Cloot, Kloet atau Kloete ini, telah melakukan geliatnya sejak abad ke-15. Kelud tidak kalah serita mistiknya dengan Gunung Merapi di Jawa Tengah.
Jika letusan Gunung Merapi sering dikaitkan dengan bakal adanya pergantian kekuasaan di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Salah satu yang diyakini adalah ketika naiknya Panembahan Senopati sebagai penguasa Mataram Islam. Di salah satu bagian buku Babad Tanah Jawa disebutkan Panembahan Senopati berhasil mengalahkan Raja Pajang Sultan Hadiwijaya, yang notabene adalah ayah angkatnya dibarengi dengan letusan Gunung Merapi.
Lalu, apa cerita di balik letusan Gunung Kelud yang berada di tiga kabupaten Jawa Timur itu, Blitar, Kediri dan Malang, yang termasuk gunung teraktif di tanah air bersama Gunung Merapi, Jawa Tengah?
Gunung tersebut bertipe stratovulkan dengan karakteristik letusan eksplosif hingga dampak letusan pada Kamis malam mencapai ratusan kilometer.
Wikipedia menyebutkan korban dari gunung tersebut mencapai 15.000 jiwa, yang dimulai sejak 1586 dengan jumlah 10.000 jiwa termasuk pada 1919.
Pada abad ke-20, terjadi beberapa kali erupsi sejak 1901, 1919, 1951, 1966, dan 1990, kemudian abad ke-21, terjadi pada 2007, 2010 dan 2014.
Setidaknya bersamaan dari letusan Gunung Kelud tersebut, lahir dua tokoh yang menjadi cikal bakal pemimpin besar di nusantara ini, yakni, Hayam Wuruk, Raja ke-4 Majapahit dan Ir Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia.
Buku "Sejarah Raja-Raja Jawa dari Mataram Kuno hingga Mataram Islam" karya Krisna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad, menyebutkan Hayam Wuruk lahir dari pasangan Tribhuwana Wijaya Tunggadewi dan Kertawardhana Bhre Tumapel (Cakradara) pada 1334.
Kelahiran Hayam Wuruk yang bermakna "ayam terpelajar" itu, versi Pararaton atau Wu-lao-po-wi (versi kronik Jawa) merupakan cucu dari Dyah Wijaya dan Gayatri dari pihak ibu, atau cucu dari Kebo Anabrang dari pihak ayah.
Dalam buku itu juga menyebutkan kelahiran Hayam Wuruk tersebut bersamaan dengan meletusnya Gunung Kelud dan gempa bumi di Panbanyu, serta ditandai dengan pengikraran "Sumpah Palapa" dari Patih Amangkubhumi Gajah Mada.
Hingga saat dirinya berusia 17 tahun, dinobatkan menjadi Raja Mahapahit ke-4 menggantikan Tribhuwana Wijaya Tunggadewi.
Semasa pemerintahannya itu, Majapahit berhasil mengembangkan wilayah kekuasannya sampai ke seluruh nusantara.
Dari Wikipedia menyebutkan Kitab Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII dan XIV, berikut adalah daerah-daerah yang diakui sebagai taklukan atau bawahan Majapahit (disebut sebagai mancanagara). Negara-negara taklukan di Jawa tidak disebut karena masih dianggap sebagai bagian dari "mandala" kerajaan.
Sumatra disebut di Negarakretagama sebagai "Melayu" meliputi Jambi, Palembang, Keritang, sekarang kecamatan Keritang, Indragiri Hilir Teba (Muaro Tebo, Jambi), Darmasraya (Kerajaan Malayu Dharmasraya), Kandis, Kahwas, Minangkabau (masyarakat periode pra-Pagaruyung), Siak, masyarakat pra-Kesultanan Siak, Rokan (Rokan Hilir-Rokan Hulu) Kampar, Pane (Panai), Kampe (Pulau Kampai, pulau di Kabupaten Langkat sekarang), Haru (atau Aru, berpusat di Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang sekarang), Mandailing, Tamihang (Aceh Tamiang), Perlak (Peureulak), Padang Lawas, Samudra, Lamuri (pusatnya sekarang berupa desa di Kabupaten Aceh Besar), Bantan (Pulau Bintan)Lampung dan Barus (atau Pancur, kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah sekarang) Kalimantan disebut sebagai "Nusa Tanjungnegara" dan/atau "Pulau Tanjungpura", meliputi, Kapuas-Katingan (sekarang Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Katingan di Kalteng), Sampit (sekarang ibukota Kabupaten Kotawaringin Timur), Kuta Lingga (artinya kota lingga, situs Candi Laras/Kerajaan Negara Dipa), Kuta Waringin (artinya kota beringin, masyarakat pra-Kerajaan Kotawaringin, sekarang Kabupaten Kotawaringin Barat) dan Sambas (Kerajaan Sambas kuno, sekarang Kabupaten Sambas).
Lawai (sungai Kapuas di Kalbar), Kadandangan (sekarang kecamatan Kendawangan, Ketapang), Landa (Kerajaan Landak, sekarang Kabupaten Landak), Samadang (Semandang, wilayah Kerajaan Tanjungpura), Tirem (Tirun/Kerajaan Tidung, sekarang kota Tarakan), Sedu (di Serawak), Barune (sekarang negara Brunei), Kalka (sungai Kaluka atau Krian di selatan Sarawak), Saludung (Kingdom of Maynila), sekarang Kota Manila, Filipina), Solot (kerajaan masyarakat suku Buranun, penduduk asli yang mendiami pegunungan di Kepulauan Sulu cikal bakal suku Suluk/Kesultanan Sulu), Pasir (masyarakat pra-Kesultanan Pasir, sekarang Kabupaten Paser), Barito (sekarang Kabupaten Barito Utara).
Sawaku (atau Sawakung di Berau atau kecamatan Pulau Sebuku, Kotabaru), Tabalung (sekarang Kabupaten Tabalong dengan kotanya Tanjungpuri di tepi sungai Tabalong, ibukota pertama kesultanan Banjar pada era Hindu), Tanjung Kutei (Kesultanan Kutai Kartanegara yang beribukota di Kutai Lama) dan Malano ("di Nusa Tanjungpura", masyarakat suku Melanau di Serawak dan Kalimantan Barat).
Malaysia Barat yang disebut sebagai "Hujung Medini", Pahang, negara bagian Pahang, Malaysia, Langkasuka, Saimwang, Kelantan, Terengganu, Johor, Paka, sekarang cuma merupakan desa nelayan, Muar, sekarang distrik di Johor, Dungun, sekarang adalah desa nelayan di Terengganu, Tumasik, sekarang menjadi negara Singapura, Kelang, (Selangor), Kedah, Jerai dan Kanjapiniran.
Termasuk juga wilayah Indonesia bagian timur, atau Timur Jawa, yakni, Bali (yang disebut adalah Badahulu dan Lo Gajah), Gurun, Sukun, Taliwang (di Pulau Sumbawa)Pulau Sapi, Dompo (Dompu), Sang Hyang Api (Pulau Sangeang), Bima Seram, Hutan Kendali (Pulau Buru), Pulau Gurun atau Lombok Merah, Sasak (dikatakan "diperintah seluruhnya"), dan Bantayan (Bantaeng) Luwuk (Kesultanan Luwu), Udamakatraya dan pulau lain-lainnya, "Pulau" Makasar, Pulau Buton (Kesultanan Buton), Pulau Banggawi (Kepulauan Banggai), Kunir, Galian, Salayar (Pulau Selayar), Sumba, Solot (Pulau Solor), Muar, Wanda(n) (Kepulauan Banda), Ambon atau pulau Maluku, Wanin (Semenanjung Onin, di Kabupaten Fakfak). Seran (Pulau Seram) dan Timor.
Siam, Ayodyapura, Darmanagari Marutma, Rajapura, Singanagari Campa, Kamboja, dan Yawana disebut bukan sebagai bawahan tetapi sebagai negara sahabat (mitreka satata).
Putra Sang Fajar Demikian pula, Presiden RI Pertama Soekarno yang dilahirkan dua pekan setelah Gunung Kelud meletus pada 22-23 Mei 1901 pukul 06.00 WIB dari pasangan suami istri, Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai pada 6 Juni 1901.
Sebelumnya Soekarno bernama Koesno Soesrodihardjo, tetapi karena sering sakit-sakitan hingga namanya diganti menjadi Soekarno.
Ibundanya berkata, "Kelak engkau akan menjadi orang yang mulia, engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita, karena ibu melahirkanmu jam setengah enam pagi di saat fajar menyingsing." "Kita orang Jawa mempunyai kepercayaan, bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya telah ditakdirkan terlebih dahulu. Jangan lupakan itu! Jangan sekali-kali kau lupakan Nak, bahwa engkau ini putra sang fajar".
Perkataan itu terbukti Presiden Soekarno yang dikenal dengan Bung Karno itu menjadi Presiden RI pertama, dan namanya harum di seluruh dunia dengan nasionalismenya yang tinggi hingga dapat mempersatukan seluruh wilayah di nusantara, dan dia pun sangat anti kolonialisme dan imperialisme.
Nah, bagaimana dengan letusan Gunung Kelud saat ini, apakah akan melahirkan kembali pemimpin Bangsa Indonesia yang berkarakter dengan anti segala bentuk penjajahan dan berani menyatakan sikap demi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan tidak berdiri di bawah ketiak bangsa asing. Kita menunggunya. (Antara)