Bisnis.com, JAKARTA - Meletusnya Gunung Kelud kembali mengingatkan warga pada cerita dan mitos-mitos zaman dulu yang sering diceritakan kembali dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Salah satunya adalah legenda Gunung Kelud yang konon terbentuk dari sebuah pengkhianatan cinta seorang putri. Putri bernama Dewi Kilisuci disebutkan berkhianat terhadap dua raja sakti, yakni Mahesa Suro dan Lembu Suro.
Putri Dewi Kilisuci yang merupakan putri Jenggolo Manik yang terkenal akan kecantikannya yang kemudian dilamar dua orang raja. Namun, yang melamar bukan dari bangsa manusia, karena yang satu berkepala lembu bernama Raja Lembu Suro dan satunya lagu berkepala kerbau bernama Mahesa Suro.
Mengetahui orang yang melamarnya bukanlah sosok yang diidam-idamkan, Dewi Kilisuci menolak lamaran tersebut. Sang putri kemudian membuat sayembara yang tidak mungkin.
Sayembara itu adalah membuat dua sumur di atas puncak Gunung Kelud dengan syarat yang satu harus berbau amis dan yang satunya harus berbau wangi. Proyek itu pun harus selesai dalam satu malam atau sampai ayam berkokok.
Mahesa Suro dan Lembu Suro menyatakan sanggup mengikuti sayembara tersebut karena yakin dengan kesaktian mereka. Setelah berkerja semalaman, kedua-duanya menang dalam sayembara. Tetapi Dewi Kilisuci masih belum mau diperistri. Dewi Kilisuci kembali mengajukan satu permintaan lagi.
Permintaan sang putri adalah bahwa kedua raja harus membuktikan dahulu kedua sumur tersebut benar benar berbau wangi dan amis dengan cara mereka berdua harus masuk ke dalam sumur. Terpedaya oleh rayuan tersebut, keduanya pun masuk ke dalam sumur yang sangat dalam tersebut.
Begitu mereka sudah berada di dalam sumur, lalu Dewi Kilisuci memerintahkan prajurit Jenggala untuk menimbun keduanya dengan batu. Akibatnya, matilah Mahesa Suro dan Lembu Suro di tempat itu.
Tetapi sebelum mati Lembu Suro sempat bersumpah dengan mengatakan "Ya, orang Kediri besok akan mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kediri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan dan Tulungagung menjadi danau.
Dari legenda ini akhirnya masyarakat lereng Gunung kelud melakukan sesaji sebagai tolak bala yang disebut Larung Sesaji. Acara ini digelar setahun sekali pada tanggal 23 bulan suro oleh masyarakat Sugih Waras.