Bisnis.com, MALANG - Jumlah pabrik rokok di Kota Malang, Jawa Timur, terus menyusut. Saat ini, jumlah pabrik rokok yang masih tersisa dan terus eksis sebanyak 100 pabrik.
Syailendra, Kepala Bidang Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Malang, mengatakan hingga akhir 2013 jumlah pabrik rokok telah berkurang sebanyak 40 pabrik.
“Sebagian besar pabrik yang gulung tikar tersebut masuk kategori kecil,” kata Syailendara di Malang, Minggu (9/2/2014).
Pabrik tersebut terpaksa harus menutup usahanya karena sejumlah sebab diantaranya masalah regulasi hingga kenaikan pita cukai untuk rokok.
Terkait regulasi menyangkut luas bangunan pabrik yakni perubahan ketentuan persyaratan luas bangunan pabrik dari 50 m2 menjadi 200 m2.
Selain itu faktor lainnya PR juga terganjal masalah izin seperti izin mendirikan bangunan (IMB) dan lainnya. Dari PR yang terus eksis hingga saat ini sebanyak 20 diantaranya tergolong PR besar.
Sementara itu, untuk kenaikan pita cukai, pemerintah memberlakukan kenaikan penerimaan cukai rokok sebesar 5% persen yang berlaku mulai Januari 2014.
Selain itu pemerintah juga menerapkan pajak daerah rokok sebesar 10%. Dengan begitu beban yang akan ditanggung oleh industri rokok semakin berlipat-lipat dan membuat posisinya semakin terjepit.
“Bagi PR besar masalah regulasi maupun kenaikan harga pita cukai bukan menjadi masalah. Namun bagi PR skala kecil cukup berat,” jelas dia.
Kendati mampu menyumbang pendapatan dan jumlah tenaga kerja yang besar, PR bukan satu-satunya yang menyumbang kelangsungan perekonomian di Kota Malang. Sektor pedagangan dan jasa merupakan pemberi kontribusi terbesar.
Mohammad Kharis, Kepala Bagian Perekonomian Kota Malang, mengatakan pertumbuhan ekonomi di Kota Malang mencapai 7,57% dan tertinggi jika dibandingkan dengan daerah lain.
“Tingginya pertumbuhan perekonomian tersebut ditopang oleh tiga sektor yakni perdagangan, hotel, dan restoran, industri pengolahan, dan jasa,” ujarnya.
Tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut juga diimbangi dengan tingkat inflasi yang juga tinggi yakni sebesar 4,6%. Kendati iflasi relatif tinggi namun tetap terkendali dan tidak mengkuatirkan.