Bisnis.com, JAKARTA--Haji Muhammad Lukminto, pendiri PT Sri Rejeki Isman Textile Tbk. (Sritex) meninggal dunia setelah menjalani perawatan medis di Singapura.
Dikabarkan Lukminto dinyatakan telah meninggal dunia pada Rabu (5/2/2014) pukul 21.40 waktu setempat atau 20.40 WIB. Siapa Lukminto?
Dia menceritakan kisah perjalanan kesuksesannya dalam bulu yang berjudul Bakti untuk Indonesia : HM Lukminto, Pendiri Sritex. Buku itu diluncurkan pada 12 Maret 2013 di Ballroom Hotel Mulia Jakarta.
Buku setebal 580 halaman itu ditulis oleh Nasir Tamara, dosen UGM dan penulis buku selama 1,5 tahun.
Penulusuran Bisnis.com, Lukminto pada awalnya adalah seorang pedagang tradisional di pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah. Dia kemudian mendirikan Sritex pada 1996 dan kini menjelma menjadi pengusaha besar di dunia pertekstilan nasional.
Pria kelahiran Kertosono, Jawa Timur, 1 Juni 1946 ini tidaklah tamat SMA. Bagaimana bisa terjadi? Usai peristiwa G30S-PKI, pemerintah Orde Baru melarang segala sesuatu yang berhubungan dengan etnis China.
Akibat kebijakan itu, Lukminto yang kala itu masih duduk di kelas 2 SMA Chong Hua Chong Hui yang berbasis China harus berhenti sekolah. Sekolah Lukminto ditutup.
Pria yang lahir dengan nama Ie Djie Shin ini akhirnya mengikuti jejak kakaknya Ie Ay Djing atau Emilia yang telah lebih dulu berdagang di Pasar Klewer.
Orang tua Lukminto, Djie Sing You dan Tan Pik Giok memberikan modal Rp100.000. Uang tersebut terbilang besar pada waktu itu.
Dari modal itu, dia membeli kain belaco di Semarang dan Bandung. Kemudian menjualnya di Pasar Klewer, Pasar Kliwon dan sejumlah pabrik batik rumahan dengan berkeliling sejak pagi hingga petang.
Setahun berselang, dia mengajak sang kakak untuk menyeriusi bisnis tekstil. Dari hasil berjualan keliling, Lukminto membeli dua unit kios di Pasar Klewer pada 1967.
'Dagang Textile Sri Redjeki, Kios EIX No. 12 dan 13'. Plang tersebut diabadikan di lobi kantor Sritex saat ini dan menjadi cikal bakal nama Sritex.
Penambahan nama Isman akibat saat kiosnya akan dibuatkan akta notaris, telah ada yang menggunakan nama Sri Redjeki sebelumnya.
Toko yang didirikan bersama sang kakak semakin berkembang. Diapun berpikir untuk membuat pabrik sendiri. Setahun setelah tokonya berdiri, dia akhirnya mendirikan pabrik di Baturono.
Di atas lahan seluas 1 hektare, Lukminto mempekerjakan sekitar 200 karyawan. Dari pabrik itu, bisnisnya melesat tajam. Pada 1978, dia kembali membuka pabrik di Sukoharjo dan pada 1990 tercatat seluruh produksi tekstil dan garmen telah terintegrasi.
Awalnya, Sritex tidak fokus untuk memproduksi tekstil militer. Pada 1992, Sritex diminta menjadi penyedia logistik ABRI dalam pengadaan seragam prajurit.
Saat itu, Sritex meraup sukses di dalam negeri. Ketika itu pula, Lukminto ingin menembus pasar Eropa dengan German Army yang dibidik.
Kini, Sritex telah memproduksi seragam militer 30 Negara, seperti Jerman, Austria, Swedia, Belanda, dan Kroasia. Selain Eropa, Sritex juga membuat seragam militer bagi sejumlah negara di Timur Tengah, seperti Arab Saudi.
Tidak hanya seragam militer negara-negara di dunia. Sritex juga tercatat sebagai produsen seragam tentara organisasi pakta pertahanan negara-negara Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO).
Produksi seragam militer di Sritex saat ini mencapai 50% dari keseluruhan produksi. Separuhnya lagi mereka memproduksi tekstil untuk fashion merek-merek terkenal di dunia seperti Uniqlo, Zara, JCPenney, dan Timberland.
Lukminto yang pernah memiliki nama Seger Waras ini resmi mengubah nama menjadi Haji Muhammad Lukminto sejak menunaikan ibadah haji pada 1994.
Perusahaan yang didirikan oleh suami dari Sie Lee Hwie (Susyana) ini telah dicatatkan di pasar modal pada 17 Juni 2013. Emiten berkode SRIL ini melepas 5,6 miliar saham ke publik dengan harga penawaran Rp240 per saham.
Setelah IPO, komposisi pemegang saham Sritex adalah PT Huddleston Indonesia 56,07%, PT Estrada Trading Ltd 13,76%, Haji Muhammad Lukminto 0,05%, dan publik 30,12%.