Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah China Didesak Setop Impor Batubara dari Indonesia

Pemerintah China didesak untuk menghentikan impor batu bara lignite yang memiliki kadar air tinggi dari Indonesia dan Vietnam. Pasalnya, batu bara jenis ini dinilai mengakibatkan tingginya kadar polusi yang belakangan meresahkan masyarakat China.
Tambang Batu Bara/Bisnis
Tambang Batu Bara/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah China didesak untuk menghentikan impor batu bara lignite yang memiliki kadar air tinggi dari Indonesia dan Vietnam. Pasalnya, batu bara jenis ini dinilai mengakibatkan tingginya kadar polusi yang belakangan meresahkan masyarakat China.

Pemerintah China mengimpor batubara lignite dengan total 87,5 juta ton pada 2013 yang sebagian besar berasal dari Indonesia dengan nilai kalori 3.800 kilokalori per kilogram (kkal/kg). Padahal, pembeli di China kini mulai beralih ke batu bara dengan nilai kalori 4.700 kkal/kg.

Peralihan konsumen jenis batubara ke nilai kalori yang lebih tinggi ini disebabkan meningkatnya tekanan publik China untuk mengurangi polusi setelah serangkaian krisis kabut asap pada sejumlah industri besar, termasuk industri baja dan pembangkit listrik tenaga batubara.

Masyarakat China meminta pembuat baja dan pembangkit listrik di negara Tirai Bambu itu, untuk menggunakan bahan baku berkualitas tinggi agar memenuhi standar polusi udara yang lebih ketat. Selain itu juga untuk mendorong pertambangan global agar memproduksi bijih besi kelas premium dan batubara dengan kalori lebih tinggi.

Desakan masyarakat China memberikan angin segar bagi eksportir bijih besi kelas premium dari Brasil dan Australia, seperti Vale, BHO Billiton dan Rio Tinto. Eksportir batubara dari Australia pun bakal banjir rejeki, sebab selama ini negara Kanguru itu memasok batubara dengan kualitas tinggi.

Di sisi lain, desakan tersebut akan menurunkan permintaan atas pasokan bijih besi yang berasal dari Iran, Meksiko dan Vietnam, juga batubara lignite dari Indonesia.

“Bijih besi kelas yang lebih tinggi lebih efisien bagi para pembuat baja dan mengandung sedikit aditif yang dapat menghemat emisi,” kata seorang pembeli bijih besi China, seperti dilansir Reuters, Senin (27/1/2014).

Pangsa pasar bijih besi Australia naik 4% untuk memperhitungkan 51,2% dari total impor China pada tahun 2013, sementara penambang bijih besi Brazil mengklaim pangsa pasar kini mendekati 19% , naik dari 8,6% pada 2012. Penambang di kedua negara itu kini tengah ekspansi untuk menggali ratusan juta ton bijih dalam beberapa tahun ke depan dengan nilai miliaran dolar.

Sementara itu, untuk menurunkan kadar emisi, pemerintah China telah mendorong beberapa pembangkit listrik untuk beralih ke batubara yang bernilai lebih tinggi. "Banyak pembangkit listrik mulai khawatir tentang pemeriksaan kadar emisi dan mulai beralih ke batu bara berkualitas tinggi dengan sulfur dan kadar abu yang rendah," kata seorang pedagang yang berbasis di Beijing .

Padahal, impor China untuk batubara lignite telah melonjak dalam beberapa tahun terakhir, berkat kelimpahan pasokan dari Indonesia dan Vietnam yang harganya sangat murah. Namun, kadar air yang tinggi dari lignite diprediksi dapat memancarkan karbon dioksida yang lebih tinggi .

“Masyarakat China berharap pemerintah segera memperkenalkan persyaratan yang lebih ketat pada penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik dan meminta penambang untuk menunda menandatangani kontrak baru dengan pemasok dari Indonesia,” kata sumber dari Kementerian Perdagangan China.

Kebijakan pengaturan batasan minimum soal nilai-nilai pemanasan baru untuk lignite saat ini masih dalam tahap rancangan. Kebijakan ini diprediksi akan menguntungkan para penambang Australia yang memproduksi batubara dengan kadar abu rendah tapi memiliki nilai kalori yang tinggi.

Di sisi lain, kebijakan ini akan mengancam prospek ekspor penambang batubara peringkat rendah dari Indonesia.

Namun, Macquarie Bank dalam laporan terbarunya meyakini penambang lignite dari Indonesia akan berjuang untuk menyesuaikan dengan persyaratan baru soal nilai kalori minimum agar pangsa pasar 80% tetap mereka kuasai. (Reuters).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lukas Hendra TM

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper