Bisnis.com, JAKARTA—Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik meyakini terdapat tiga faktor utama penghambat pertumbuhan ekonomi kawasan antara lain: tingkat aktivitas pekerjaan sektor informal, tidak aktifnya angkatan muda dan ketidak setaraan partisipasi wanita dalam angkatan kerja.
Dalam 2 dekade terakhir, transformasi struktural terjadi dengan cepat melalui meningkatnya sektor pertanian, manufaktur dan jasa, yang juga diiringi dengan faktor urbanisasi penduduk yang mencari kerja di perkotaan.
“Tingginya jumlah aktivitas sektor informal itu baik dalam mendorong ekonomi kawasan, tetapi jika disesuaikan dengan pendapatan pekerja yang layak,” ujar Truman Packard, Ekonom Senior Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik di Jakarta, Kamis (16/1).
Menurutnya, tantangan dari banyak negara di kawasan ini adalah sulitnya pengukuran tingkat pendapatan pada pekerja yang berada dalam sektor informal. Sebagian besar pekerja yang berada di sektor ini diyakini mendapatkan penghasilan di bawah standar yang telah ditetapkanoleh negara.
Persebaran angkatan kerja yang berada pada sektor informal dengan upah rendah menurutnya berkisar 40%, yang terdapat pada negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah di kawasan Asia Timur Pasifik.
Sebagian besar kegiatan ekonomi informal itu tersebar di Kamboja , Laos, dan Papua New Guinea. Kendala yang timbul menurutnya, hampir semua pekerja yang berada pada sektor ini berada di luar jangkauan perpajakan, regulasi , dan perlindungan sosial dari pemerintah.
Selanjutnya, menurut Truman dalam laporan Bank Dunia, banyaknya angkatan muda usia produktif 15-24 tahun yang tidak memiliki skill dalam bekerja, mereka hanya berdiam diri tanpa mencari sebuah pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pribadi.
Hal tersebut menurutnya cukup riskan, dimana negara-negara seperti Indonesia saat ini sedang mengalami fase bonus demografi. Jika hal tersebut terus terjadi, tidak menutup kemungkinan krisis yang terjadi di Spanyol dengan tingkat pengangguran yang mencapai 26% akan dialami juga oleh Indonesia.