Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Pulp dan Kertas Asal Riau Meningkat

Kepala BPS Mawardi Arysad mengatakan meskipun secara total mengalami kenaikan, namun memasuki bulan Agustus lalu ekspor pulp dan kertas dari Riau mulai mengalami kontraksi masing-masing turun sebesar US$14,73 juta untuk pulp dan dan untuk ekspor kertas turun sebesar US$21,54 juta dibandingkan bulan Juli tahun yang sama.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, PEKANBARU--Badan Pusat Statistik (BPS) Riau mencatat nilai ekspor komoditas bubur kertas (pulp) dan kertas di Provinsi Riau hingga Agustus 2013 mencapai US$961,77 juta atau naik 28% dibandingkan periode sama tahun lalu.

Kepala BPS Mawardi Arysad mengatakan meskipun secara total mengalami kenaikan, namun memasuki bulan Agustus lalu ekspor pulp dan kertas dari Riau mulai mengalami kontraksi masing-masing turun sebesar US$14,73 juta untuk pulp dan dan untuk ekspor kertas turun sebesar US$21,54 juta dibandingkan bulan Juli tahun yang sama.

Sementara itu, nilai ekspor kertas dan karton hingga Agustus 2013 tercatat sebesar US$754,01 juta atau turun tipis 1,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Nilai ekspor komoditi pulp masih berada di posisi dua penyumbang ekspor nonmigas terbesar di Riau dengan peran sebesar 13,09 persen pada periode Januari-Agustus," kata Mawardi (30/12).

Dia mengatakan secara keseluruhan ekspor nonmigas Riau Januari-Agustus 2013 mencapai US$7,34 miliar atau turun 11,21% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, yang tercatat US$8,27 miliar. Namun, penurunan itu lebih disebabkan  ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang mengalami relaksasi.

Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan mengatakan produk kertas dan bubur kertas asal Indonesia sangat diminati pasar internasional karena mempunyai sejumlah keunggulan komparatif.

Namun, dalam beberapa bulan terakhir tren penurunan ekspor memang mulai terasa.

"Secara total memang naik, namun ada kecenderungan mulai menurunan yang disebabkan banyak faktor," katanya saat dihubungi dari Pekanbaru.

Rusli Tan mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak memungut bea impor  komoditas pulp dan kertas. Padahal, katanya, negara tujuan ekspor pulp dan kertas Indonesia memberlakukan bea masuk hingga 16%.

"Ini yang harus diperbaiki, ini kok kelihatannya negara lemah sekali dalam membuat kebijakan," katanya.

Selain itu, kewajiban dipenuhinya syarat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) membuat komoditas pulp dan kertas Indonesia sedikit sulit bersaing di kancah internasional. Menurutnya, negara pembeli tidak mempersoalkan ada atau tidaknya SVLK, tapi karena pemerintah Indonesia memberlakukannya, makanya negera pembeli selalu menanyakan persyaratan tersebut.

Namun, Tan masih melihat potensi bisnis komoditas tersebut di masa depan justru makin berkembang karena adanya inovasi penggunaan bubur kertas untuk beragamproduk selain untuk konsumsi media massa dan buku. Tan mencontohkan, pemakaian kertas putih kini mulai banyak dikembangkan untuk bahan baku pakaian.

"Pasar kertas putih kian menjanjikan dan tetap prospektif," katanya.  

Permintaan pasar kertas kini beralih dari Amerika dan Eropa ke negara lain seperti di China dan India yang terus tumbuh. Dunia saat ini membutuhkan kertas sebesar 391 juta ton per tahun, dimana sekitar 156 ton atau 40% dihasilkan oleh Asia dengan konsumsi hanya 24% atau 46 juta ton.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper