Bisnis.com, TOKYO—Bersamaan dengan anjloknya bursa Amerika Serikat, bursa Asia juga melemah untuk pekan kedua, seiring dengan berlanjutnya spekulasi investor tentang ketegasan lini waktu pengurangan stimulus (tapering) Federal Reserve dan data ekonomi AS.
BHP Billiton Ltd—perusahaan pertambangan terbesar di dunia—anjlok 2,5% di Sydney. Nitto Denko Corp.—perusahaan produk kimia Jepang—juga merosot 18% setelah memangkas proyeksi profit-nya.
Di lain pihak, Haier Electronics Group Co melesat 21% di Hong Kong setelah Alibaba Group Holding Ltd. sepakat untuk menanam modal senilai HK$2,82 miliar (US$364 juta) di perusahaan perabot rumah tangga itu dan bisnis logistiknya.
Sementara itu, Gree Inc. menguat 9,9% di Tokyo setelah Goldman Sachs Group Inc. menaikkan proyeksi outlook-nya untuk perusahaan operator mobile gaming jejaring sosial tersebut.
“Setelah menguat pada November, pasar di Asia mengalami overbuy, yang menjadikan mereka rentan terhadap kemerosotan,” jelas Nader Naeimi, Kepala Aset Dinamis AMP Capital Investors Ltd. yang berbasis di Sydney, Sabtu (14/12/2013).
Menurutnya, transisi dari rally yang didorong oleh sebuah likuiditas atau kebijakan moneter menjadi rally yang didorong oleh faktor fundamental akan menciptakan ketegangan dan volatilitas dalam pasar. “Namun, saya percaya para banteng (bulls) akan menguat,” lanjutnya.
Indeks MSCI Asia Pasifik anjlok 1,1% menjadi 137,94 pekan ini setelah merosot selama 3 hari terakhir. Indeks telah naik 6,6% selama tahun ini setelah Bank of Japan menerapkan quantitative easing dan ekonomi China menunjukkan stabilisasi.
Indeks tersebut diperdagangkan 13,6 kali pertimbangan yang diperkirakan pada Jumat (13/12/2013), dibandingkan dengan 16 kali untuk indeks Standard & Poor;s 500, dan 14,6 kali untuk indeks Stoxx Europe 600 pada waktu yang sama.