Bisnis.com, BANDUNG - Pengusaha Peternak Unggas Indonesia (PPUI) meminta pemerintah secara perlahan menghentikan ketergantungan importasi bibit ayam petelur (grand parent stock) yang membuat biaya produksi membengkak.
Ketua PPUI Aswin Pulungan mengatakan ketergantungan importasi GPS bisa membuat produktivitas peternak menurun karena biaya produksi peternak ayam ras membengkak.
“Memang importasi itu bagus untuk keberlangsungan peternakan ayam di Indonesia. Namun, jika menjadi ketergantungan akan membuat produksi ayam peternak menurun akibat biaya yang terus membengkak,” katanya kepada Bisnis, Senin (2/12).
Berdasarkan catatan Bisnis, Kementerian Peternakan merilis jumlah importasi GPS pada 2012 mencapai 452.000 ekor. Target tahun ini pun tidak jauh berbeda dengan tahun lalu.
Dia memaklumi keputusan impor GPS diperlukan untuk memenuhi peningkatan konsumsi daging ayam dan telur karena harga daging sapi yang tinggi. Saat ini, harga daging sapi berada di kisaran Rp90.000 per kilogram, sedangkan harga daging ayam sekitar Rp30.000 per kilogram.
Akan tetapi, harga GPS impor relatif tinggi lebih dari Rp100.000 per ekor, sehingga harus segera dikembangkan peternak lokal agar harganya bisa lebih murah.
“Untuk harga indukan ayam impor lebih mahal daripada lokal,” ungkapnya.
Menurutnya, satu ekor GPS bisa menghasilkan sekitar 40 ayam parent stock (PS) yang akan menghasilkan telur atau anak ayam (DOC). Peternak dalam negeri biasanya mengimpor GPS dari industri di Eropa dan Amerika Serikat.