Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI-Australia Memanas, Pemanggilan Dubes Dinilai Hanya Gertakan

Menurut Riant Nugroho, menarik duta besar Indonesia dari negara penyadap tidak ada gunanya kecuali hanya menambah gertakan. "Mengapa demikian, karena pada dasarnya kita tahu bahwa kita semua disadap, hanya kita tidak tahu kapan dan bagaimana," katanya.

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia harus mendapatkan ganti rugi tertentu yang senilai dengan kerugian dan kemarahan masyarakat atas kasus-kasus penyadapan komunikasi yang dilakukan sejumlah negara barat belakangan ini terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat lainnya.

"RI tidak punya cara lain kecuali 'memarahi' pemimpin negara-negara penyadap atas dasar moralitas. Tidak ada yang dapat dilakukan Indonesia, termasuk membawa ke pengadilan internasional, apalagi ITU (International Telecommunication Union) karena tidak ada tata kelolanya," kata Kepala Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Riant Nugroho, Rabu (20/11/2013).

Menurut Riant Nugroho, menarik duta besar Indonesia dari negara penyadap tidak ada gunanya kecuali hanya menambah gertakan. "Mengapa demikian, karena pada dasarnya kita tahu bahwa kita semua disadap, hanya kita tidak tahu kapan dan bagaimana," katanya.

Dia mengatakan selain mendapatkan ganti rugi atas pelanggaran etika terberat dalam ranah telekomunikasi ini, RI harus menuntut permohonan maaf dari negara penyadap dan pernyataan resmi tidak akan mengulanginya lagi.

Adapun dari sisi Pemerintah Indonesia, harus memperkuat kebijakan telekomunikasi, khususnya kebijakan berkenaan dengan tata kelola perlindungan konsumen komunikasi Indonesia, dimana intersepsi yang legal hanya boleh dilakukan oleh aparat penegak hukum yang diberikan mandat untuk melakukannya.

Selain itu, pemerintah juga harus menyelesaikan RUU keamanan nasional yang masih gagal melalui forum DPR.

"Sementara itu untuk melindungi jalur komunikasi para pejabat negara pemerintah juga harus membentuk tim pelindung komunikasi VVIP yang menguasai teknologi ICT level tertinggi," ujar Riant yang juga dosen di Universitas Pertahanan.

Dia menjelaskan sebenarnya potensi ancaman keamanan negara mulai meningkat ketika kepemilikan saham mayoritas atas perusahaan pengelola telekomunikasi dikuasai asing.

Namun demikian dengan adanya UU 36/1999 relatif dapat ditangkal. Pasal 40 menyebutkan "setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apa pun".

Riant mengatakan RI merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dan Pasifik yang menarik untuk dieksploitasi dan dikuasai, seraya menambahkan bahwa setiap negara yang berkepentingan untuk mengeksploitasi RI berkepentingan melakukan penyadapan politik, termasuk intersepsi tidak sah sekali pun.

"BRTI memastikan operator seluler RI tidak melalukan penyadapan dengan pengecualian seperti yang disampaikan pada UU 36/1999," tuturnya. (antara/yus)

JANGAN LEWATKAN:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Yusran Yunus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper