Bisnis.com, NUSA DUA, Bali—Pertumbuhan negara-negara berkembang atau emerging markets bakal terpelanting dalam dua dekade jika tak segera memperbaiki infrastruktur di dalam negeri.
Penulis buku Breakout Nations Ruchir Sharma mengatakan kelompok emerging markets hanya akan tumbuh pesat dalam 1-2 dekade, lalu kembali melambat ketika pemimpinnya berpuas diri. Baginya kebangkitan kelompok negara berkembang hanyalah mitos yang muncul pada era 2000-an.
Sebagian besar emerging markets selama ini tetap menjadi emerging markets dan hanya sedikit dari mereka yang naik status atau disebutnya sebagai breakout nation menjadi negara maju, seperti Jepang, Korea, Taiwan dan Singapura.
Baginya, breakout nation adalah mereka yang mampu mempertahankan pertumbuhan yang cepat di antara sesama negara berpendapatan per kapita yang sama, dalam 5-10 tahun, dengan infrastruktur menjadi kunci penting.
Sharma memberi ilustrasi, ketika di suatu negara terjadi fenomena para pejabat atau orang kaya menggunakan helikopter pribadinya untuk menjangkau tempat-tempat yang jauh, sedangkan pada saat yang sama masyarakat kesulitan mengaksesnya dengan transportasi umum, maka negara tersebut terjebak dalam apa yang disebut middle income trap.
“Ini yang saya sebut dengan ‘ekonomi helikopter’,” katanya di sela-sela APEC CEO Summit Discussion on Emerging Markets, Senin (7/10/2013).
PERLAMBATAN CHINA
Sharma menunjukkan kelompok emerging markets Brasil, Rusia, India, dan China (BRIC) yang saat ini mulai menunjukkan penurunan, terutama karena pelemahan harga komoditas.
Kendati tetap tumbuh, China menunjukkan perlambatan dengan prediksi 7,5% tahun ini setelah sempat tumbuh dua digit pada 2010. Per tumbuhan China sedikit tertolong karena adanya pembangunan infrastruktur.
Saat pertumbuhan China melambat, permintaan terhadap komoditas otomatis melambat. Padahal, pemasok komoditas bagi China adalah Brasil, Rusia dan India sehingga perlambatan di Negeri Tirai Bambu itu pun merembet ke ‘rekan sejawatnya’ itu.
“Ada peningkatan modal di sektor energi 600%, tetapi sektor lain hanya 200%. Ini yang menyebabkan permintaan China terhadap komoditas semakin menurun,” ujarnya.
Sementara itu, ekonomi Brasil hanya tumbuh di kisaran 2% karena investasi infrastruktur di Negeri Samba itu buruk. Pemerintah setempat lebih banyak mengalokasikan belanja kesejahteraan sosial.
Kisaran yang sama juga diperoleh Rusia karena sebagian besar anggarannya digunakan untuk belanja kesejahteraan masyarakat ketimbang infrastruktur.
Adapun, India sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi global. India hanya tumbuh 4,4% pada kuartal II/2013 atau terendah sejak 2009.
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan pada kesempatan yang sama menyampaikan suatu negara biasanya mendadak tumbuh cepat karena ada penguatan harga komoditas secara signifikan.
Namun, negara tersebut akan terkurung dalam jebakan pendapatan kelas menengah jika tak memiliki keterampilan dan keunggulan manajemen.
“Indonesia akan berada pada masa-masa sulit karena saat ingin melakukan ‘breakout’, pertumbuhan ekonomi global melambat.”
Namun menurutnya, ada beberapa langkah untuk lolos dari jebakan tersebut, yakni menciptakan stabilitas politik, tata kelola pemerintahan yang baik, demokrasi, dan pemberan tasan korupsi.