Bisnis.com, NUSA DUA - Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati menilai penanaman modal bidang infrastruktur lebih penting ketimbang pemerintah memacu investasi mobil murah.
Mantan Menteri Keuangan periode 2005-2010 itu mengatakan Indonesia masih membutuhkan investasi di sektor infrastruktur untuk menopang kebutuhan rakyat dalam menjalankan aktivitas.
Keterbatasan infrastruktur, lanjutnya, selama ini dianggap sebagai halangan Indonesia untuk tumbuh lebih tinggi karena menimbulkan inflasi dan memperlebar defisit transaksi berjalan.
“Jadi, investasi di bidang infrastruktur jauh lebih penting dalam hal fokus pemerintah," katanya saat dimintai pendapatnya mengenai low cost green car (LCGC) di sela APEC Finance Minister Meeting, Jumat (20/9/2013).
Sri Mulyani menyebutkan estimasi kebutuhan investasi untuk infrastruktur di negara berkembang sekitar US$1 triliun-US$1,5 triliun per tahun, yang berguna untuk menopang pertumbuhan ekonomi, mendorong produktivitas, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Namun, lanjutnya, persoalan yang selama ini terjadi adalah kebutuhan infrastruktur sangat besar, tetapi anggaran pemerintah terbatas.
“Sementara itu, di luar banyak sekali sumber pendanaan yang ada, apakah itu pension fund, equity fund, bank, yang tidak mau masuk ke infrastruktur karena dipersepsi besar, ketidakpastian kebijakan, regulasi dan itu membutuhkan suatu perantara,” tuturnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan M. Chatib Basri mengatakan pembangunan infrastruktur dipercaya dapat mengurangi risiko arus modal keluar yang selama ini menjadi momok di negara-negara di Asia Pasifik.
Arus modal keluar baru-baru ini membuktikan rentannya negara di kawasan Asia Pasifik. Hal itu juga menunjukkan ekonomi global masih dihinggapi aksi spekulatif modal jangka pendek yang dapat menciptakan ketidakseimbangan dan berujung pada kerentanan di sektor keuangan.
“Itu mengapa Indonesia memilih fokus pada isu infrastruktur pada keketuaannya (keketuaan APEC) tahun ini,” katanya.