Bisnis.com, JAKARTA - Setelah resmi memasuki dunia maya melalui akun twitter bernama @SBYudhoyono kemudian dilanjutkan fanpage facebook dengan nama yang sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencatat 10 masukan dari masyarakat yang masuk melalui akunnya.
Masukan-masukan tersebut dirangkum menjadi 10 catatan yang disampaikan SBY dalam acara "Rakernas Bantuan Hukum, Kita Wujudkan Akses Terhadap Keadilan" di Istana Negara hari ini, Jumat (26/7/2013).
10 Poin Masukan Masyarakat via Akun @SBYudhoyono
No | Masukan |
1 | Media sudah memvonis orang bersalah sebelum proses pengadilan selesai |
2 | Berita acara yang bersifat rahasia ternyata terpublikasikan |
3 | Putusan majelis hakim yang dianggap tidak tepat dan tidak adil |
4 | Aduan dari para pimpinan daerah yang merasa kerap dicari-cari kesalahannya oleh pihak-pihak tertentu |
5 | Harapan dari masyarakat agar tidak ada tekanan dari siapapun para penegak hukum |
6 | Penegak hukum minta dukuangan moril dalam menjalankan tugasnya |
7 | Adanya kecurigaan masyarakat tentang adanya deal-deal politik |
8 | Majelis hakim merasa diintimidasi, baik secara fisik maupun ancaman atau teror psikologis |
9 | Masyarakat Menduga-duga jangan-jangan ada suap kepada aparat penegak hukum |
10 | Masyarakat kerap menyorot keterkaitan politik dengan hukum |
Hal pertama yang diungkapkan presiden adalah banyaknya aduan terkait aksi media yang kerap memvonis bersalah seseorang sebelum benar-benar ditetapkan bersalah oleh hukum. Kepada media, presiden meminta untuk mendengarkan hati nurani sebelum memvonis bersalah seseorang melalui pemberitaan.
"Pengadilan belum mengambil keputusan, kok pers sudah memvonis seolah seseorang itu bersalah. Mereka kan punya anak, istri, juga teman. Belum apa-apa sudah dinyatakan bersalah. seharusnya trial by the court, pengadilan, bukan trial by the press," ujar SBY.
Kedua, ujar SBY, banyak masukan tentang seringnya dokumen-dokumen rahasia yang seharusnya hanya diketahui pihak tertentu yang bocor ke pihak lainnya. Terutama terkait dengan isi berita acara pemeriksaan yang masih berlangsung.
"Bayangkan jika sampai ke tangan-tangan pihak tertentu, kemudian kepada pers, menjadi bagian dari publikasi media, maka di sini keadilan juga terganggu," ujarnya.
Ketiga, ujar SBY, akun media sosial pribadinya juga kerap menerima keluhan terkait putusan majelis hakim yang dianggap tidak tepat dan tidak adil. "Mari kita instrospeksi diri," ujarnya.
Keempat, lanjut SBY, aduan dari para pimpinan daerah yang merasa kerap dicari-cari kesalahannya oleh pihak-pihak tertentu.
"Setelah dicari-cari kesalahannya, katanya bisa diatur. Saya sudah berkali-kali menyampaikan kepada semua jajaran kejaksaan agung, jajaran kepolisian, siapapun, jangan sampai ada oknum atau kasus seperti itu," ujarnya.
Kelima, lanjutnya, harapan dari masyarakat agar tidak ada tekanan dari siapapun para penegak hukum. Dia mencontohkan tekanan itu antara lain vonis hukum setinggi-tingginya terhadap orang yang tidak bersalah ataupun keputusan bebas bagi orang yang nyata-nyata bersalah.
"Itu tekanan. Baik dari penguasa, politisi, dari jenderal, dari LSM, dan dari pers. Bebaskan semuanya itu, biarkan hukum dan keadilan berbicara. Saya mengajak semuanya, jangan memberikan tekanan apa pun kepada para penegak hukum," ujarnya.
Keenam, SBY berharap seluruh pihak dapat memberikan dukungan kepada para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya.
"Jangan sampai, misalnya, begitu penegak hukum menyatakan seseorang sebagai tersangka, lantas ribut. Itu [namanya] rekayasa politik. Mari respek kepada penegak hukum," katanya.
Ketujuh, SBY menyampaikan masih ada kecurigaan masyarakat tentang adanya deal-deal politik. SBY mengaku hal tersebut membuatnya membayangkan apakah memang masih ada yang melakukan deal politik dan bagaimana deal politik tersebut.
"Ada suara-suara seperti itu, yaitu jangan-jangan ada deal politik. Yang sering jadi sasaran adalah KPK, MK, BPK, dan juga penegak hukum lain," katanya.
Dalam rangka refleksi ini, SBY meminta seluruh pihak untuk betul-betul membebaskan hal tersebut mengingat besarnya tanggungjawab moral dan keadilan para penegak hukum.
Delapan, ujarnya, jangan sampai majelis hakim diintimidasi, baik secara fisik maupun ancaman atau teror psikologis.
"Di negara hukum, tidak bisa seseorang mengamcam apalagi sampai fisik. Awas. Koyak ini kita punya keadilan. Kalau memang keselamatanmu terancam, tidak boleh negara membiarkan. Tidak boleh."
Sembilan, lanjut SBY, masyarakat juga bertanya-tanya bahwa jangan-jangan ada suap kepada aparat penegak hukum. SBY mengaku menggarisbawahi hal tersebut karena menurut dia oknum terdapat di mana pun, baik di pemerintahan, di penegak hukum, di LSM, di pers, di tentara, juga di kepolisian.
"Biasanya hanya satu dua orang, tapi digeneralisasi. Oleh karena itu yang paling baik semua menjaga diri. Jangan ada praktek seperti itu, mencemari nama baik dan mengurangi kepercayaan dari rakyat kepada kita semua," ujarnya.
Sepuluh, ujarnya, keterkaitan antara politik dan hukum. Menurut dia, masyarakat kerap menyorot keterkaitan politik dengan hukum.
"Yang dimaksudkan adalah khusus untuk MK dan KPK. Saya mendukung penuh MK dan KPK. Setiap keputusan MK dan KPK saya bilang yes sir, saya jalankan," ujarnya.