Bisnis.com, SEMARANG—Asosiasi pengusaha mebel mengeluhkan mahalnya pengurusan legalitas bahan baku melalui Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk biaya pendampingan dan konsultasi yang mencapai Rp60 juta.
Sekretaris Eksekutif Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Jepara, Anis Eko Hartanto mengatakan baru ada 20 anggota yang mengantongi sertifikat legal kayu dari sekitar 300 anggota asosiasi.
"Jumlah itu baru dari Asmindo, padahal di Jepara ada sekitar 450 pengusaha mebel dari kecil, menengah dan besar dan belum sampai 20% yang punya V-Legal," katanya disela pameran kerajinan Jepara di Semarang, Sabtu (20/7/2013).
SVLK mulai diberlakukan secara efektif sejak 2010 dan mewajibkan eksportir produk kayu untuk memperoleh sertifikasi legalitas kayu sebelum melakukan ekspor melalui penerapan Dokumen V-Legal sebagai lisensi ekspor.
Sertifikasi itu diketahui sangat berperan terhadap pasar ekspor karena ketentuan importir Eropa dan Amerika kayu mebel bukan hasil ilegal logging, selain juga untuk meminimalisir dan antisipasi kekurangan bahan baku untuk industri mebel.
Dasar hukum sistem verifikasi ditetapkan sesui Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.38/Menhut-II/2009 tentang standar dan pedoman penilaian kinerja dan pengelolaan hutan produksi dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin atau pada pemegang hutan hak yang berlaku mulai 1 September 2010.
Menurut Anis, syarat legalitas kayu untuk mebel sangat diperlukan ketika produk harus bersaing saat pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA/AEC) 2015 mendatang.
"Setelah 2015 SVLK berlaku mutlak dan semua produk mebel untuk ekspor pakai V-Legal, rekomendasi asosiasi atas legalitas kayu sulit lolos karena pasti akan ada pengecekan asal kayu hingga jadi produk," lanjutnya.