Bisnis.com, JAKARTA-- Terdakwa perkara pengadaan driving simulator uji klinik pengemudi roda dua dan roda empat 2011 di Korps Lalu Lintas, Irjen Pol Djoko Susilo, menggunakan orang ketiga, seperti Mudjiharto, saat membeli rumah untuk istrinya, Dipta Anindita.
Irjen Pol Djoko Susilo yang juga menjadi terdakwa tindak pidana pencucian uang, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (12/7/2013) dalam pembelian rumah untuk Dipta diketahui dibantu oleh Mudjiharto.
"Saya pernah diperintah Pak Djoko untuk membantu menawarkan pembelian rumah di Jakarta," kata saksi pensiunan PNS Polri Mudjiharto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi itu.
Rumah-rumah yang pembeliannya pernah diurus oleh Mudjiharjo adalah rumah di Jalan Patehan Lor Nomor 36 RT 032 RW 08 Kelurahan Patehan Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta senilai Rp3 miliar, meski dalam akta pembelian Djoko hanya mencantumkan angka Rp1,5 miliar.
"Saya dipanggil ke ruang kerja beliau dan diminta untuk menawar rumah di Yogyakarta. Beliau minta tolong agar saya menawar dengan bahasa yang halus," ungkap Mudjiharjo.
Rumah tersebut awalnya seluas 1.500 m2 dan kemudian ditambah 500 m2. Rumah itu diberikan Djoko untuk istri ketiganya Dipta Anindita meski dalam akta kepemilikan menggunakan nama Mudjiharto.
"Saya tidak pernah menjelaskan kepemilikan rumah itu ke penjualnya Profesor Ariono Abdulkadir," jelas Mudji.
Pembayaran uang Rp3 miliar tersebut menurut Mudji dibantu oleh sekretaris pribadi Djoko di Korlantas Polri, Ipda Benita Pratiwi.
"Saya terima uang dari Mbak Tiwi untuk ditransfer ke Prof Abdulkadir. Tiwi menelepon katanya nanti ada anggota yang akan antar uang ternyata yang mengantarkan namanya Pak Muliadi Nurjatman dan Pak Juni," ungkap Mudjiharto.
Uang dengan nilai total Rp2,8 miliar karena sudah dipotong pajak tersebut menurut Mudjihardjo dimasukkan ke rekening Abudlkadir pada 25 Mei 2011.
Adapun untuk tanah tambahan seluas 500 m2, menurut Mudji, Irjen Djoko tidak langsung mengiyakan untuk membeli tanah tersebut.
"Kami dapat SMS dari pihak penjual bahwa tanah sebelah kanan mau dijual, jadi saya laporkan ke Pak Djoko. Pak Djoko mengatakan mohon izin apakah boleh nambah tanah di Jawa sebelah kanan karena ada hitungannya," ungkap Mudjiharto menirukan Djoko.
Setelah harga disetujui, Djoko pun membayarkannya dengan uang kontan.
"Begitu harga selesai langsung diberikan uang kontan dari beliau melalui Sespri mbak Tiwi lalu saya masukkan ke rekening penjual," jelas Mudji.
Pembelian aset lain yang juga dibantu Mudjiharjo adalah tanah seluas 511 m2 KP. Taman Blok/Kav. 365 RT 031 RW 08 Kelurahan Patehan Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta yang dibeli seniali Rp389 juta namun dalam akta jual beli hanya tercantum Rp300 juta dan kepemilikannya diatasnamakan Mudjihardjo.
Djoko juga minta tolong kepada pengusaha Lam Anton Ramli untuk membeli rumah di Jalan Prapanca dan Bukit Golf.
"Pak Djoko memberikan nomor telepon pemilik rumah di Jalan Prapanca. Saya disuruh menawar harga ke pemiliknya, harga dibuka pada Rp15 miliar dan putus Rp14,5 miliar," kata Anton yang mengaku merupakan rekan makan siang Djoko.
Rumah tersebut berada di Jalan Prapanca Nomor 6 Kelurahan Cipete Utara Kecamatan Kebayoran Baru Kota Jakarta Selatan seluas 703 m2 yang dalam akta jual beli harganya tertulis Rp5,79 miliar, meski dibeli dengan harga Rp14,45 miliar yang pembayarannya melalui notaris Erick Maliangkay dan kepemilikannnya diatasnamakan istri Djoko Dipta Anindita.
"Saya pertama bertemu dengan Dipta dikenalkan Pak Djoko saat makan di Plaza Semanggi. Tapi saya tidak berani menanyakan siapa Dipta," ungkap Anton.
Anton juga membantu pembelian rumah Dipta di Perumahan Golf Residence Semarang Jalan Bukit Golf II Nomor 12 Kelurahan Jangli Kecamatan Tembalang Kota Semarang seluas 750 meter persegi.
"Harga awal adalah Rp7,8 miliar jadinya Rp7,1 miliar," ungkap Anton.
Namun dalam akta, rumah tersebut hanya dihargai Rp940 juta dengan pembayaran melalui notaris Erick Maliangkay dan kepemilikannnya Dipta Anindita.
Atas kesaksian tersebut, Djoko mengatakan akan menjelaskannya saat pemeriksaan dirinya sebagai terdakwa.
Dalam perkara tindak pidana pencucian uang, Djoko diancam pidana berdasarkan pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar. (Antara/if)