Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENGGELAPAN PAJAK: Keluarga Dirjen Pajak Dituding Ikut Terlibat

BISNIS.COM, JAKARTA-Pegawai Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Timur, Eko Darmayanto, tersangka kasus penerimaan suap terkait penggelapan pajak, siap menjadi justice collabolator. "Hari ini saya mengajukan diri ke KPK untuk menjadi justice collaborator

BISNIS.COM, JAKARTA-Pegawai Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Timur, Eko Darmayanto, tersangka kasus penerimaan suap terkait penggelapan pajak, siap menjadi justice collabolator.

"Hari ini saya mengajukan diri ke KPK untuk menjadi justice collaborator dan akan diuji lebih dulu," katanya usai pemeriksaan di KPK, Jumat (17/5/2013).

Eko menjadi tersangka pasca penangkapannya bersama dengan rekannya Mohammad Dian Irwan di terminal 3 Bandara Soekarno Hatta pada Rabu (15/5/2013) karena diduga menerima uang 300 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp2,34 miliar dari PT Master Steel sebagai bayaran pengurusan tunggakan pajak perusahaan tersebut.

"Peristiwa di bandara itu murni kesalahan saya, saya bertanggung jawab untuk itu. Tetapi dalam pemeriksaan tadi saya ditanya tentang PT Genta Dunia Jaya Raya yang sudah divonis pengadilan dengan nilai kerugian negara mencapai Rp6 miliar".

Eko mengaku bahwa direktur perusahaan tersebut adalah salah satu keluarga Dirjen Pajak Fuad Rahmany.

"Direktur perusahaan itu adalah salah satu keluarga dari Pak DJP 1 jadi saya dalam hal ini Bapak Dirjen Pajak, saya ikhlas dipecat dan saya berharap bapak juga siap ikhlas mengundurkan diri jika perkataan saya di hadapan penyidik benar," ungkapnya.



Namun Eko belum menyampaikan siapa saja pimpinan yang terlibat dalam kasus tersebut. "Nanti saya sampaikan semuanya akan diberi tahu oleh pihak KPK, saya belum berani mengatakannya".

Terkait kasusnya yang menerima suap senilai 300 ribu dolar Singapura tersebut, Eko mengaku hanya melibatkan dua orang."Yang terlibat hanya 2 orang, saya dengan bos saya, saya ingin bongkar kasus ini".

Juru Bicara KPK Johan Budi menanggapi kesediaan Eko menjadi "juctice collaborator" menyatakan bahwa pengajuan diri Eko akan dipelajari lebih dulu.

"Justice Collaborator itu adalah sebuah usaha dari tersangka yang bisa dinilai ikut membantu terkait proses penyidikan sebuah perkara, misalnya bisa membongkar kasus yang lebih besar, ada semacam 'reward' kepada orang-orang yang bertindak sebagai juctice collaborator," katanya.

Proses pendalaman justice collaborator menurut Johan tergantung pada peran tersangka. "Tergantung nanti, reward-nya tuntutan akan diperingan".

Menanggapi kemungkinan keterlibatan pejabat tinggi pajak dalam kasus itu, KPK juga mengaku siap. "KPK harus selalu siap, bukan soal siapa yang terlibat tapi tergantung 2 alat bukti yang cukup maka siapa pun tentu akan ditindak".

Terkait kasus PT Genta, Kantor Wilayah DJP Jakarta Timur menjelaskan pemilik perusahaan tersebut telah ditahan sejak November 2012. PT Genta Dunia Jaya Raya (GDJR) adalah perusahaan yang membuat faktur pajak fiktif.

Upaya pengungkapan kasus berjalan lamban karena keberadaan perusahaan sering menghilang, sehingga sulit ditelusuri. Modusnya perusahaan itu menawarkan diri berkedok perusahaan trading dan bila berhasil membuat faktur yang sangat mirip aslinya berdasarkan pesanan, jenisnya faktur pajak standar (PPN).

Dalam kasus suap pajak PT Master Steel, Eko dan Dian Irwan disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b dan atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 uu No 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait kewajibannya dengan ancaman pidana penjara 4-20 tahun dan pidana denda Rp200 juta - Rp1 miliar.

Sedangkan dua manajer PT Master Steel yang juga ditangkap pada hari yang sama yakni Teddy Mulyawa dan Effendy Komala disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 atau pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri sehingga bertentangan dengan kewajibannya yang ancamannya penjara 1-5 tahun dan denda Rp50-250 juta.(antara/yus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Yusran Yunus
Sumber : Newswire
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper