JAKARTA: 'Coal rush' produksi milik Bumi Plc dinilai tetap melanggengkan kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Kalimantan walaupun terjadi perubahan dalam komposisi kepemilkan saham di perusahaan tersebut.
Hal itu disampaikan tiga organisasi lingkungan dan HAM di London, Inggris yakni Down to Earth, London Mining Network dan War on Want. Dalam keterangan bersama pada Kamis, (21/02/2013), mereka menyatakan siapa pun yang memenangkan pertarungan kepemilikan saham perlu bertanggung jawab atas pengaruh buruk yang terjadi pada masyarakat di Kalimantan.
Menurut mereka, 'coal rush' milik perusahaan itu akan terus terjadi sehingga berdampak pada lingkungan, sosial, HAM dan kesehatan di Indonesia. Pemerintah Inggris sebelumnya banyak mendapat kritik karena mengizinkan Bumi Plc ke dalam London Stock Exchange, padahal terdapat pemilik saham lainnya Aburizal Bakrie yang diduga terlibat dalam kasus malpraktik dan korupsi di Indonesia.
"Apapun hasilnya nanti di London, yang kalah adalah orang-orang di Indonesia karena menuai konsekuensi negatif dari ekstrasi batu bara Bumi. Pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan," kata Patrick Kane dari War on Want.
Sedangkan Richard Solly, London Mining Network, mengatakan masalah itu tak hanya membuat para investor menderita, namun juga para pekerja, masyarakat dan ekosistem. Dia mengharapkan para investor mulai mendengarkan kritik dari organisasi tersebut yang telah disampaikan pada tahun lalu. Namun para aktivis tersebut kemudian diejek hanya mengomel oleh investor.