
JAKARTA--Pemerintah diminta memperketat pengawasan terhadap bisnis asuransi dengan menerbitkan aturan-aturan yang mengatur secara spesifik perlindungan terhadap konsumen utamanya terkait kontrak asuransi.
Sekretaris dan Mediator Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) Ketut Sendra mengatakan secara umum pihak yang dirugikan dalam sengketa antara perusahaan asuransi dengan pemegang polis adalah pihak kedua yakni nasabah pemegang polis. Pasalnya, posisi nasabah cenderung lebih lemah dibandingkan perusahaan asuransi.
"Hal ini bermula dari sifat kontrak asuransi yang tercantum dalam polis tidak seimbang," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (31/1).
Sendra mengatakan kontrak asuransi cenderung menempatkan nasabah pada posisi tawar yang lebih rendah karena kontrak bersifat standar yang telah dipersiapkan sejak awal oleh perusahaan asuransi.
Selain itu, lanjutnya, kontrak asuransi juga umumnya mencantumkan klausula eksonerasi yang membatasi atau menghapus tanggung jawab penanggung dalam hal ini perusahaan asuransi yang semestinya menjadi tanggung jawab pihak penanggung.
Sendra mencontohkan posisi nasabah umumnya menjadi lemah karena dinilai telah menyetujui seluruh poin yang tercantum dalam kontrak asuransi. Padahal, faktanya, tidak semua nasabah benar-benar memahami setiap hak dan kewajiban yang muncul setelah mereka menandatangani polis.
"Sebagian besar mediasi yang ditangani BMAI terkait dengan misinterpretasi karena nasabah tidak memiliki perspektif yang sama dengan perusahaan asuransi," terangnya.
(faa)