JAKARTA:--Liberalisasi sektor pertanian dan pembangunan infrastruktur dinilai memberikan kontribusi yang besar terhadap pelanggaran hak azasi para petani seperti terjadinya intimidasi dan kriminalisasi sehingga konflik antar pihak tersebut tak terselesaikan dengan baik.
Ketua Departemen Kajian Strategis DPP SPI Achmad Ya'kub mengatakan pemerintah tidak mempunyai keinginan politik yang kuat serta masih menggunakan pendekatan keamanan dalam menyelesaikan konflik agraria. Dia memaparkan kondisi perlindungan dan pemenuhan hak asasi para petani di Indonesia, semakin jauh dari harapan.
"Beberapa kebijakan pemerintah berpeluang besar menciptakan pelanggaran terhadap petani seperti intimidasi, penggusuran, kelaparan dan gizi buruk, kekerasan, penjara bahkan menyebabkan kematian," kata Achmad dalam siaran pers yang dikutip Rabu, (12/12/2012).
Liberalisasi pangan, demikian SPI, di antaranya adalah mencakup beras, jagung, kedelai, bawang merah, garam, ikan, dan daging sapi. Sedangkan kebijakan lainnya yang dinilai berkontribusi terhadap pelanggaran hak asasi petani adalah terkait dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, hingga bandara.
Ketua Departemen Politik, Hukum dan Keamanan DPP SPI Agus Ruli Ardiansyah mengatakan SPI akan membuat laporan pelanggaran hak asasi petani dengan menggunakan Deklarasi Hak Asasi Petani sebagai alat monitor dan untuk menilai sejauh mana hak asasi petani diakui, dilindungi, dan dipenuhi. Organisasi tersebut juga akan melakukan uji materiil sejumlah undang-undang, di antaranya adalah UU Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
"SPI juga mendesak pemerintah agar hak asasi petani menjadi peraturan perundang-undangan serta pemerintah Indonesia harus berperan aktif dalam mendorong Dewan HAM PBB yang telah merilis Resolusi Hak Asasi Petani A/HRC/21/L.23 menjadi konvensi internasional," kata Ruli. (if)