JAKARTA: Hari ini Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan langkah berani. KPK menetapkan seorang Jenderal Polisi bintang dua Djoko Susilo sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kendaraan simulator untuk pengujian SIM tahun anggaran 2011 di Korlantas Polri.
Djoko Susilo sendiri saat korupsi ini tejadi menjabat sebagai Kepala Korps Lalu Lintas. Saat ini dia menjabat sebagai Gubernur Akademi Kepolisian, tempat dimana para calon perwira polisi dididik sebelum terjun langsung melayani masyarakat.
Penetapan tersangka dilakukan setelah KPK melakukan penggeledahan selama kurang lebih 17 jam di kantor Korlantas yang terletak di jalan MT Haryono, Pancoran, Jakarta Selatan. Penggeledahan yang berlangsung sejak pukul 16.00 kemarin baru rampung pada hari ini pukul 09.30.
Sebagai informasi kasus dugaan korupsi yang merugikan negara hingga puluhan miliar ini, selain ditangani oleh KPK, juga ditangani oleh Kepolisian. Namun begitu di saat KPK telah menetapkan tersangka, Kepolisian malah masih dalam tahap pemeriksaan saksi.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Boy Rafli Amar berkilah Bareskrim telah melakukan pemeriksaan atas sejumlah saksi. Hingga kini sudah sekitar 33 orang yang dimintai keterangan oleh Kepolisian. Namun, polisi belum menemukan kesesuai data terkait pengadaan barang dan jasa tersebut.
"Sejauh mana apakah memenuhi criteria (keterangan saksi). Saat itu yang menjadi gonjang-ganjing ketidakcocokan dengan swasta," ujarnya hari ini saat melakukan konferensi pers di Gedung KPK.
Kasus KPK yang akhirnya kembali “mengobok-ngobok” kepolisian ini mengingatkan akan kasus sebelumnya yang membuat pimpinan KPK dikriminalisasi yaitu Kasus Cicak Buaya. Awal mula istilah Cicak Vs Buaya muncul pertama kali saat KPK menyatakan Kabareskrim Komjen Polisi Susno Duadji diduga menerima uang Rp10 miliar terkait Bank Century.
Susno kemudian merasa gerak-geriknya dimata-matai oleh KPK, apalagi teleponnya juga sempat disadap oleh penyidik. Susno yang berang saat itu mengeluarkan pernyataan bahwa KPK sungguh berani melawan Kepolisian. Hal ini ibarat Cicak (KPK) mau melawan Buaya (Kepolisian).
Kepolisian saat itu tidak tinggal diam dan melakukan pembalasan dengan menetapkan status tersangka kepada dua pimpinan KPK saat itu, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto.
Kedua pimpinan diduga menerima uang dari Anggodo Widjojo, adik buron kasus Sistem Korupsi Radio Terpadu (SKRT). Namun, dugaan ini tidak pernah dibuktikan, karena kasus ini berujung pada deponering atau penghentian perkara demi kepentingan umum.
Kejadian ini bukan tidak mungkin terulang kembali. Walaupun kepolisian menyatakan mendukung langkah KPK, namun hal ini tidak sepenuhnya bisa dipercaya. Pasalnya saat penggeledahan akan dilakukan, petugas polisi di Korlantas Polri sempat menghalangi penyidik KPK.
Komisioner KPK yaitu Bambang Widjojanto, Busyro Muqaddas, dan Abraham Samad akhirnya terjun langsung ke lokasi penggeledahan. Sebelumnya komisioner tidak pernah sampai harus turun langsung untuk melakukan penggeledahan.
Setelah komisioner melakukan lobi terhadap Kabareskrim Komjen Pol Sutarman baru penggeledahan dapat dilanjutkan. Apalagi penetepan Djoko sebagai tersangka hanyalah merupakan langkah awal. Lembaga anti suap tersebut dikabarkan telah mengantongi sejumlah nama perwira bintang satu dan tiga lainnya yang diduga turut terlibat dalam kasus ini. (ea)