Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SERBA SERBI: Beda nasib antara warteg dan warnet

Baru-baru ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjamin Warung Tegal dan usaha tempat penyedia makanan atau minuman lainnya dengan omzet di bawah Rp200 juta per tahun atau Rp16,6 juta per bulan atau Rp550.000 per hari tidak menjadi objek pajak restoran

Baru-baru ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjamin Warung Tegal dan usaha tempat penyedia makanan atau minuman lainnya dengan omzet di bawah Rp200 juta per tahun atau Rp16,6 juta per bulan atau Rp550.000 per hari tidak menjadi objek pajak restoran 10%.Hal tersebut seperti embun penyejuk di tengah protes pelaku usaha tersebut tahun lalu. Sebelumnya, melalui Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran, Pemerintah Provinsi Jakarta menjadikan warung Tegal sebagai objek pajak. "Peraturan daerah ini tidak masuk akal," kata Sekretaris Jenderal Ikatan Keluarga Besar Tegal (IKBT) Arief Muktiono.Warteg sebenarnya menjadi bagian dari jaring pengaman sosial. Pada saat massa mengalami krisis ekonomi, warteg bisa diandalkan untuk mengatasi pengangguran massal. Jadi seharusnya warteg disubsidi, bukannya dipajaki.Memang pengenaan pajak terhadap warteg ini adalah sebuah kekeliruan. Sebab, pengelolaan warteg tidak sama dengan restoran besar yang sudah mapan.

Cara penghitungan rugi-laba pun masih dilakukan secara tradisional. Ini pasti akan membuat bingung petugas pajak untuk menghitung omzet warteg.Alih-alih menerapkan kebijakan pemajakan terhadap warteg, yang ada malah memicu kecurangan di lapangan.Sebelumnya Ketua Umum Forum Komunikasi Mahasiswa dan Masyarakat Tegal Muhammad Jumadi mengungkapkan pihaknya tetap pada pendirian bukan hanya menunda tapi menunda selamanya atau dibatalkan, dan pada prinsipnya gubernur juga setuju bahwa beliau tidak setuju memajaki orang kecil.Karena parameter omzet Rp167.000 saja tidak cukup untuk menjadikan warteg sebagai objek pajak yang nantinya akan kembali kepada pelanggan.

Berdasarkan data organisasi tersebut, di DKI Jakarta terdapat sekitar 26.900 warteg dengan omzet sekitar Rp200.000-Rp400.000 per hari, belum termasuk biaya operasional seperti belanja, gaji, listrik, dan lainnya.lain warteg, lain juga warnet, yang sebenarnya juga termasuk industri kecil dan mikro di bidang teknologi informasi. Kalau pemerintah mau fair...banyak sekali warnet juga per hari omsetnya ada yang jauh dibawah Rp 550.000 per hari semestinya juga diperjelasagar tidak dikenakan pajak PPN 10%.Ketua Asosiasi Pengusaha Warnet Komunitas Telematika (APWKomitel) Rudi Rusdiah menilai jika ini tidak diperjelas, maka oknum tetap saja akan merazia atau mengutip dari warnet warnet dengan alasan retribusi.Berdasarkan data APWKomitel, banyak warnet yang memang omzetnya pas pasan dan masih juga dipunguti berbagai retribusi yang tidak jelas.

Apalagi di tengah pemberian layanan data operator yang makin murah dan mudah, maka warnet makin tidak diminati. Apalagi banyak juga kafe yang menyediakan sarana Wi-Fi gratis, maka warnet pun makin tidak dilirik.Saat ini sebagian besar warnet mengenakan tarif akses sangat murah, yaitu antara Rp1.500/jam sampai Rp2.500/jam. Dan kalau dihitung-hitung, omzetnya tidak begitu besar, apalagi kalau dipangkas untuk biaya operasional dan lisensi software.Ketua Asosiasi Pengusaha Warung lnternet (Awari) Irwin Day mengatakan sejak beberapa tahun terakhir telah terjadi persaingan tidak langsung antara warnet dan perkembangan berbagai teknologi informasi yang menyediakan layanan lnternet, khususnya di kota-kota besar.Kondisi tersebut telah menyebabkan penurunan tajam terhadap permintaan penyediaan layanan warnet sekitar 30%-40%, di mana kebutuhan terhadap akses lnternet dapat dengan mudah dipenuhi melalui berbagai layanan yang ada.Bisnis warnet khususnya di Pulau Jawa diperkirakan masih akan berkembang di kota-kota kecil, sedangkan di kota besar mulai menurun. Perkembangan bisnis warnet juga dimungkinkan masih terjadi di luar Pulau Jawa.Awari sejauh ini sudah memberikan berbagai pemahaman kepada para pelaku usaha warnet untuk dapat mengantisipasi perkembangan dengan melihat peluang dan upaya diversifikasi.Dalam hal ini, pelaku bisnis diimbau untuk memperhatikan permintaan pasar, di mana ketika terjadi penurunan mereka harus bersiap-siap untuk pindah ke daerah lain yang masih membutuhkan layanan lnternet.Selain itu, mereka juga diimbau untuk meningkatkan kreatifitas dengan melakukan diversifikasi usaha untuk melengkapi layanannya sekaligus memenuhi kebutuhan pelanggan seperti membuka kafe, layanan printing (cetak), hingga mengalihkan bisnis pada game online.(api)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper