JAKARTA: Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tiga mantan direktur Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) terkait dengan dugaan korupsi pengelolaan dan penggunaan biaya operasional direksi (Biopsi) periode 2002-2007.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Babul Khoir mengatakan tim jaksa penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap tiga mantan direktur perusahaan milik negara tersebut. Tiga bekas pejabat yang dimaksud adalah M. Kusnan Martono (mantan direktur utama), Marlan Arief (mantan direktur logistik), Suparman (mantan direktur pemasaran).
"Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi telah melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap tiga orang sebagai tersangka," ujar Babul kepada pers di Jakarta hari ini. Dalam kasus itu, Kejagung telah menetapkan lima tersangka, dan dua lainnya adalah Abubakar Baay (mantan direktur produksi) serta Islamet (mantan direktur keuangan namun meninggal dunia pada Juli 2010).
Kejagung menyatakan kasus korupsi itu terjadi pada 2002 sampai dengan 2007 lalu, di mana telah terjadi penarikan dana Biopsi dari kas perusahaan Perum Peruri. Menurut Babul, penarikan tersebut dilakukan secara sekaligus dan dibebankan sebagai biaya dalam pembukuan perusahaan serta disimpan dalam rekening pribadi mantan direktur keuangan sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp11,32 miliar dan US$2.500.
Kejagung menjerat kelima tersangka itu denganPasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang Undang No20/ 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kejagung memaparkan bahwa dasar pengaturan dana Biopsi adalah Surat Keputusan Direksi Perum Peruri periode tahun 2002 - 2007 (SK Direksi Perum Peruri Nomor : SKEP-650/XII/2002 tanggtal 27 Desember 2002 dan SK Direksi Perum Peruri Nomor : SKEP-44/I/2007 tanggal 27 Januari 2007 tentang Biaya Operasional Direksi dan terkahir SKEP-44/I/.2007 tanggal 29 Januari 2007.
Kemudian aturan itu dicabut dengan SK Direksi Perum Peruri Nomor : SKEP-261/V/2007 tanggal 28 Mei 2007 tentang Biaya Pemeliharaan Kinerja Perusahaan sesuai dengan Rincian Anggaran Biaya Operasional Direksi Perum Peruri sebagaimana yang tertuang dan disahkan dalam Rencana Kegiatan Anggaran Perusahaan (RKAP) sejumlah Rp15 miliar.
Terkait dengan hal itu, pengeluaran dana perusahaan seluruhnya sebesar Rp 11, 40 miliar dimana pengeluaran dana BIOPSI tersebut sesuai dengan SK Direksi Perum Peruri Nomor : SKEP-261/V/2007 tanggal 28 Mei 2007 tentang Biaya Pemeliharaan Kinerja Perusahaan tidak perlu dipertanggungjawabkan dan berlaku surut terhadap pertanggungjawaban pengelolaan serta penggunaan dana Biopsi sejak 2002.
Namun, Kejagung justru menilai SK Direksi Perum Peruri tersebut bertentangan dengan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam UU No.19/2003 tentang Badan Usaha Miliki Negara (BUMN), UU No.17/2004 tentang Pokok-pokok Perbendaharaan Negara, PP No./34 2000 tentang Perum Peruri dan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, yang mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara. (ea)