Bisnis.com, JAKARTA -- Penjualan token digital, lewat penawaran perdana menggunakan mata uang virtual (ICO), telah membuat perusahaan rintisan baru meningkatkan pendanaan dengan cepat. Akan tetapi, langkah mereka yang menghindari dana ventura global dan jaringan yang dikeluarkan oleh Wall Street tidaklah gratis.
Mengutip Bloomberg pada Kamis (5/4/2018), berdasarkan Laporan Autonomous pada awal pekan ini, platform perdagangan mata uang virtual dapat didenda karena mendaftarkan tokennya, yaitu 10 kali lipat lebih besar daripada yang diminta bursa kepada perusahaan yang melepas saham perdana (IPO). Biaya untuk pendaftaran aset mata uang virtual melalui ICO berkisar dari US$1 juta hingga US$3 juta.
Selanjutnya, penjualan token digital yang menawarkan arah untuk likuiditas. masih dianggap mahal dan hanya menguntungkan Wild West, penyedia infrastruktur pasar kapital mata uang virtual.
Adapun, perusahaan rintisan telah menutupi biaya tersebut dengan menggalang dana berlebih untuk proyek mereka melalui ICO. Beberapa perusahaan menggunakan ICO untuk menggalang 5 hingga 10 kali lebih banyak daripada yang biasanya dikumpulkan oleh perusahaan fintech melalui jaringan lain.
Berdasarkan data CoinDesk, perusahaan rintisan blockchain telah meningkatkan pendanaan mereka lebih dari US$3 miliar lewat ICO tahun ini.
Adapun, token memang lebih menarik jika pembeli mengetahui kemudahaan perdagangannya.
Oleh karena itu, Autonomous mengingatkan, suksesnya pendaftaran ICO seringkali menjadi krusial. Pasalnya, pihak penawar akan meyakinkan pembeli potensialnya sementara tetap mewaspadai regulator yang menganggap token bukanlah aset sekuritas.
“Penasihat dalam kesepakatan biasanya mengumpulkan sekitar 5% –setara dengan kira-kira 3% - 8% biaya yang digunakan bankir investasi dalam IPO–sebagai tambahan pengeluaran marketing,” tulis laporan riset tersebut.
Laporan itu menambahkan, tim yang bagus dengan reputasi baik dalam mendemonstrasikan penawarannya dapat menjual token secara privat. Contohnya, Telegram telah meningkatkan pendanaannya hingga US$1,7 miliar.
“Kita memiliki kompleksitas di dalam pasar ekuitas tradisional. Jadi, tidak mengherankan jika hal yang sama juga berkembang untuk aset mata uang virtual,” tulis laporan riset Autonomous.