Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah akan mengevaluasi dana alokasi otonomi khusus yang disalurkan di Papua setelah kasus gizi buruk menelan banyak korban di provinsi tersebut.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya curiga penggunaan dana Otonomi Khusus (Otsus) tidak dimanfaatkan dengan seharusnya.
“Kejadian krisis gizi itu memberikan pembelajaran mengenai apakah anggaran Otsus kita yang selama ini dialokasikan dengan suatu formula dengan dana alokasi umum yaitu sekitar 2%, itu penggunaannya, pemanfaatannya dan manajemen tata kelolanya memang berkaitan dengan tujuan Otsus itu sendiri,” paparnya di Jakarta, Kamis (1/2/2018).
Seperti diketahui, keadaan gizi buruk yang melanda suku Asmat di Papua telah menimbulkan korban jiwa. Sri menuturkan dana tersebut disalurkan dalam bentuk blockgrade sehingga pengelolaannya tergantung Pemerintah Daerah (Pemda).
“Jadi, dalam hal ini kita bisa melakukan evaluasi, tentu saja dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), bagaimana implementasi dalam otonomi khusus ini,” tambahnya.
Mengacu UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, alokasi dana Otsus ditetapkan 2% dari total pagu Dana Alokasi Umum (DAU) nasional dalam APBN.
Pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp63,8 triliun dalam periode 2002-2017. Sementara itu, di dalam APBN 2018, dana otsus Papua dipatok di angka Rp5,6 triliun
Di sisi lain, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberikan dukungan penyediaan infrastruktur di Kabupaten Asmat, Papua yang saat ini mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) wabah gizi buruk dan campak. Sejak 2016, Kementerian PUPR telah membangun rumah khusus di Kampung Amanamkai dan Kampung Syuru, Distrik Agats sebanyak 114 Unit dengan biaya Rp19,9 miliar.
Proyek tersebut berlanjut pada 2017 dengan anggaran Rp5 miliar, untuk pembangunan 20 unit rumah khusus di Kampung Segare, Distrik Aweyu. Adapun tahun ini sudah dialokasikan dana sebesar Rp45 miliar untuk pembangunan 150 unit rumah khusus.
Program rumah swadaya untuk perbaikan rumah tidak layak dengan melibatkan masyarakat akan dilakukan pada 2018 dengan target 1.000 unit dan anggaran sebesar Rp15 miliar.