Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa pejabat Kementerian ESDM dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan pejabat Kementerian ESDM itu berinisial MHD selaku Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Kegiatan Usaha Hilir Gas Bumi pada Ditjen Migas.
"Kejagung periksa MHD selaku Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Kegiatan Usaha Hilir Gas Bumi pada Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (11/4/2025).
Dia menambahkan Kejagung juga turut memeriksa empat orang saksi dari pihak PT Pertamina Patra Niaga. Perinciannya, PJ selaku Manager Trading Support PT Pertamina Patra Niaga.
Kemudian, tiga lainnya senior account manager pada PT Pertamina Patra Niaga, mereka berinisial RSA, EHS dan IK.
Selain itu, RF selaku Manager Operasional M&E PT Orbit, Terminal Merak dan AB selaku VP Crude & Product Trading & Commercial ISC PT Pertamina (Persero) turut diperiksa.
Baca Juga
Hanya saja, Harli tidak merinci secara detail terkait pemeriksaan ini. Dia hanya menyebut bahwa pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi berkas perkara atas tersangka Yoki Firnandi Cs.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," pungkasnya.
Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.
Sembilan tersangka itu mulai dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker. Kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang periode 2018-2023.
Adapun, akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp193,7 triliun.