Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polri Usut Dugaan Fraud dan Pencucian Uang di LPEI

Polri mengusut dugaan korupsi terkait penyaluran kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) serta pencucian uang.
Kakortastipidkor Polri, Irjen Cahyono Wibowo/dok.Humas Polri
Kakortastipidkor Polri, Irjen Cahyono Wibowo/dok.Humas Polri

Bisnis.com, JAKARTA — Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipikor) Polri mengusut dugaan korupsi terkait penyaluran kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) serta pencucian uang.

Kasus yang sudah naik ke tahap penyidikan itu diduga merugikan keuangan negara dalam jumlah signifikan. 

Kepala Kortastipidkor Irjen Pol Cahyono Wibowo mengemukakan bahwa, kasus itu melibatkan dua debitur LPEI yang mendapatkan fasilitas kredit ekspor selama periode 2012-2016. Dua debitur dimaksud adalah PT Duta Sarana Technology (PT DST) dan PT Maxima Inti Finance (PT MIF) 

Awalnya, Kortastipidkor melakukan penyelidikan yang berawal dari temuan penyimpangan pada pemberian kredit Eximbank ke dua perushaaan itu. Ada dugaan pemberian kredit ekspor tidak sesuai prosedur. 

"Akibatnya, dana yang disalurkan digunakan untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan tujuan awal, berujung pada kerugian negara yang besar. Kami akan menuntaskan penyidikan ini secara profesional guna menemukan tersangka dan memulihkan kerugian negara," ujar Cahyono, dikutip dari siaran pers, Jumat (31/1/2025). 

Menurut keterangan penyidik, fasilitas kredit LPEI awalnya diberikan kepada PT DST sejak 2012 hingga 2014. Fasilitas pembiayaan itu diduga diberikan oleh LPEI secara tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Alhasil, terjadi kredit macet senilai Rp45 miliar dan US$4,1 juta. 

Selanjutnya, dengan skema novasi, PT MIF mengambil alih kewajiban PT DST, namun pembiayaan yang diberikan kepada PT MIF juga digunakan tidak sesuai dengan ketentuan. Dana tersebut sebagian besar digunakan untuk membayar utang PT DST dan kepentingan lain yang tidak terkait dengan tujuan pemberian kredit.

Selama periode 2014 hingga 2016, LPEI memberikan pembiayaan kepada PT MIF sebesar US$47,5 juta. Namun, proses pemberiannya diduga penuh dengan penyimpangan dan melanggar ketentuan yang ada, termasuk analisis permohonan kredit yang tidak tepat dan kurangnya monitoring terhadap penggunaan dana. 

Pada akhirnya, PT MIF di 2022 mengalami kebangkrutan dan gagal membayar utang kepada sebesar US$43,6 juta.

"Dari hasil penyelidikan yang dilakukan, kami menemukan adanya potensi tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi, di mana dana hasil pembiayaan yang disalurkan digunakan untuk kepentingan pribadi dan perusahaan yang tidak sesuai dengan peruntukannya," tambah Cahyono.

Periksa 27 Saksi

Penyidik Kortastipidkor telah memeriksa 27 saksi dan mengumpulkan berbagai dokumen terkait proses pemberian pembiayaan, perjanjian kredit, serta hasil audit yang menunjukkan adanya penyimpangan. 

Selain itu, penyidik telah berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti BPK dan PPATK untuk mendalami lebih lanjut dugaan pencucian uang dalam kasus ini.

Cahyono mengungkap bahwa penyidik saat ini belum menetapkan pihak-pihak sebagai tersangka. Namun, penyidikan dilakukan untuk menemukan pihak-pihak yang bisa dimintai tanggung jawab secara pidana maupun melakukan proses penhembalian kerugian keuangan negara. 

"Penyidikan ini akan terus kami lakukan dengan komitmen tinggi, untuk mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab serta memastikan bahwa keuangan negara dapat dipulihkan," tutup Cahyono.

Ditangani Kejagung dan KPK

Dalam catatan Bisnis, kasus dugaan fraud LPEI juga ditangani oleh penegak hukum lain seperti Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) namun dengan debitur yang berbeda-beda.

Pada Agustus 2024, Kejagung secara resmi melimpahkan kasus yang ditangani dan seluruh bukti yang telah dihimpun ke KPK. Sebab, debitur yang ditangani Kejagung beririsan dengan KPK. 

Komisi antirasuah pun telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka perseorangan. Sementara itu, ada sekitar 11 debitur LPEI yang diduga melakukan fraud dalam penyaluran kredit pembiayaan ekspor tersebut.

Pada kasus tersebut, KPK menduga nilai kerugian keuangan negara mencapai Rp1 triliun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper