Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Endus Klaim Fiktif BPJS Kesehatan, Nilainya Rp35 Miliar!

KPK mengungkap dugaan fraud terkait dengan tagihan klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dengan indikasi kerugian keuangan negara sekitar Rp35 miliar.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (24/7/2023). JIBI/Bisnis- Akbar Evandio
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (24/7/2023). JIBI/Bisnis- Akbar Evandio

Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan fraud terkait dengan tagihan klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dengan indikasi kerugian keuangan negara sekitar Rp35 miliar.

Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menjelaskan bahwa tim gabungan menemukan dugaan sejumlah pihak yang mengajukan klaim fiktif atas JKN dan menggembosi pengeluaran BPJS.

Tim gabungan yang dimaksud terdiri dari KPK, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), BPJS Kesehatan serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

Adapun, upaya tim mengungkap dugaan fraud itu berawal dari kunjungan ke Amerika Serikat (AS) pada 2017, di mana praktik fraud terkait dengan sistem jaminan kesehatan seperti ObamaCare disebut mencapai 3-10% dari total keseluruhan klaim.

Tim gabungan lalu mengecek apabila ada praktik serupa di Indonesia. Dari hasil audit yang dilakukan terhadap sampel klaim BPJS pada sebanyak enam rumah sakit di tiga provinsi, ada tiga rumah sakit di Jawa Tengah dan Sumatra Utara yang terindikasi melakukan fraud atas klaim JKN.

Oknum di ketiga rumah sakit itu diduga menggunakan modus phantom billing, atau merekayasa seluruh dokumen pendukung klaim JKN. Meski demikian, KPK menduga ada berbagai modus lain yang digunakan oleh para oknum untuk melakukan fraud serupa di tempat lain.

"Hasil dari audit atas klaim yang dilakukan BPJS ini yang kita angkat ke tim ini, ada tiga rumah sakit gitu, yang phantom billing saja. Tiga ini melakukan phantom billing artinya mereka merekayasa semua dokumen," jelas Pahala di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/7/2024).

Secara terperinci, satu rumah sakit di Jawa Tengah terindikasi memiliki klaim fiktif atas pembayaran JKN terbesar yakni di kisaran Rp20 miliar sampai dengan Rp30 miliar. Kemudian, satu rumah sakit di Sumatra Utara terindikasi fraud Rp1 miliar hingga Rp3 miliar, serta satu rumah sakit lainnya Rp4 miliar sampai dengan Rp10 miliar.

Temuan itu, terang Pahala, didapatkan dari audit atas klaim dari BPJS Kesehatan.

Atas temuan itu, KPK, Kemenkes serta BPJS melakukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) ke lapangan. Hasil pulbaket itu lalu diakui Pahala telah dipaparkan ke pimpinan KPK.

Dugaan fraud di tiga rumah sakit itu lalu disepakati naik ke penindakan alias bakal diselidiki dugaan korupsinya. Dia menyebut sudah ada indikasi dugaan korupsi pada praktik fraud di tiga rumah sakit tersebut. 

"Hasilnya pimpinan memutuskan kalau yang tiga ini dipindahkan ke penindakan, nanti urusan siapa yang ambil apakah kejaksaan yang lidik [menyelidiki] atau KPK itu nanti diurus sama pimpinan KPK," kata Pahala. 

Modus Fraud Klaim JKN

Selain menyampaikan temuan tiga rumah sakit terindikasi fraud itu ke penegak hukum, tim gabungan menyebut ada delapan modus yang digunakan para oknum untuk melakukan praktik fraud atas pembayaran klaim JKN. Namun, ada dua modus terbesar yang paling banyak digunakan.

 Dua modus itu yakni phantom billing dan phantom/manipulation diagnosis.

Adapun phantom billing merujuk pada praktik melakukan klaim atas layanan yang tidak pernah diberikan.

Sementara itu, manipulation diagnosis dilakukan dengan memberikan diagnosis yang berbeda dengan hasil pemeriksaan untuk mendapatkan klaim yang lebih tinggi. Dalam artian, oknum pelaku fraud diduga menggelembungkan klaim JKN.

"Bedanya phantom billing orangnya enggak ada, terapinya enggak ada, [tetapi] klaimnya ada. Kalau medical diagnose. orangnya ada terapinya ada, klaimnya kegedean. Secara sengaja terapi dua kali diklaim 10 kali," jelas Pahala. 

Sementara itu, enam modus lainnya yaitu self-referrals, upcoding, repeat billing, fragmentation, suap/gratifikasi dan iur biaya. 

#berita ini telah mengalami perubahan dari sisi angka, karena nilai yang diungkapkan oleh narasumber berubah-ubah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper