Bisnis.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, berdarai air mata kala mengungkapkan bahwa PDIP ditinggalkan Presiden Joko Widodo.
Momen itu terekam dalam sebuah wawancara dengan Akbar Faizal Uncensored pada Jumat (10/11/2023), Hasto Kristiyanto terlihat tak mampu menahan air mata, suaranya lirih, dan tubuhnya bergetar saat menceritakan betapa sulitnya menerima kenyataan ini.
"Bahkan sakit, ya, kami tidak bisa menutup mata. Kami sangat sedih," ungkap Hasto, mencerminkan betapa dalamnya perasaan kehilangan yang dirasakan oleh kader-kader PDIP.
PDI Perjuangan, partai yang didirikan oleh Megawati Soekarnoputri, kini tengah merasakan getirnya kehilangan satu per satu keluarga Presiden Joko Widodo.
Setelah Gibran Rakabuming, menantu Presiden yang juga Wali Kota Medan Bobby Nasution mengikuti jejaknya.
Perlahan namun pasti, langkah keluarga Jokowi keluar dari PDIP semakin nyata. Meskipun masih terjadi tarik-ulur, namun dalam pernyataan sikap, Jokowi, Gibran, dan Bobby dengan tegas menunjukkan bahwa mereka tidak lagi sejalan dengan garis partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri.
Baca Juga
Ironisnya, bukannya mendukung pasangan Capres-Cawapres yang diusung oleh PDIP, Jokowi dan anak-anaknya malah secara terang-terangan menyatakan dukungan kepada pihak lawan.
Gibran bahkan telah diumumkan sebagai calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto, dan satu per satu anak Jokowi mengumumkan dukungan mereka.
Sementara itu, Hasto Kristiyanto sebelumnya juga pernah terlihat menangis saat memberikan keterangan kepada wartawan mengenai pengunduran diri Abdullah Azwar Anas dari pencalonan sebagai wakil gubernur di Pilkada Jatim pada tahun 2018.
Saat itu, Hasto mengungkapkan adanya upaya kotor yang sengaja dilakukan untuk menggagalkan Azwar Anas mendampingi bakal calon gubernur Jatim, Saifullah Yusuf.
Perpecahan ini tidak hanya menjadi gejolak internal bagi PDIP, tetapi juga menciptakan dinamika baru dalam peta politik nasional. Bagaimana langkah selanjutnya PDIP dan bagaimana pengaruhnya terhadap pemilihan umum mendatang, masih menjadi pertanyaan besar yang perlu dijawab dalam perjalanan politik Indonesia.