Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan PDI Perjuangan (PDIP) punya pandangan berbeda soal kemungkinan intervensi pihak penguasa dalam ajang kontestasi Pemilu 2024.
Jokowi sendiri mengaku heran dengan banyaknya dugaan campur tangan penguasa jelang pemungutan suara Pemilu 2024. Menurutnya, intervensi seperti itu tidak terjadi, karena proses persiapan hingga penyelenggaraan pemilu turut diawasi oleh saksi baik dari partai politik, masyarakat, dan aparat.
“Banyak yang menyampaikan bahwa pemilu kita gampang diintervensi. Intervensi dari mana? Di setiap TPS itu ada saksi dari partai, belum juga aparat di dekat TPS. Artinya, pemilu ini terbuka dan bisa diawasi siapa saja oleh masyarakat, media, dan lainnya,” kata Jokowi di Puri Agung Ballroom, Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).
Meski demikian, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto berbeda pendapat. Dia meyakini intervensi penguasa dalam penyelenggaraan pemilu bukanlah hal yang mustahil terjadi.
Dengan merujuk penelitian Indonesianis Marcus Mietzner, dia mencontohkan banyak instrumen kekuasaan seperti bantuan sosial (bansos) ikut andil dalam Pemilu 2009.
"Selama 6 bulan, hampir US$2 billion [2 miliar dolar Amerika Serikat] dipakai sebagai electionering budgeting [penganggaran pemilu], sehingga tetap tanggung jawab kita bersama sebagai warga bangsa untuk mengawal," ujar Hasto di Gedung High End, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023) malam.
Lebih lanjut, dia melihat kenyataan saat ini juga sudah terjadi dugaan intervensi di Mahkamah Konstitusi (MK). Majelis Kehormatan MK (MKMK) memang menyatakan terjadi pelanggaran etik dalam putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memuluskan jalan putra sulung Jokowi yaitu Gibran Rakabuming sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto.
"MK ternyata tidak netral dan membiarkan dirinya, melalui ketua Mahkamah Konstitusi sebelumnya Pak Anwar Usman, terhadap intervensi kepentingan politik di luarnya. Inilah yang harus ditindaklanjuti," jelas Hasto.