Bisnis.com, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyerahkan data tambahan mengenai transaksi mencurigakan korporasi grup SB ke Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Data tambahan mengenai transaksi mencurigakan grup SB itu ditemukan dari puluhan rekening milik korporasi tersebut. Sebelumnya, PPATK telah lebih dulu mengendus transaksi mencurigakan senilai Rp189 triliun mengenai impor emas yang belakangan diketahui terkait dengan aktivitas bisnis grup SB.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan bahwa data tambahan dari puluhan rekening grup SB itu telah diserahkan ke Ditjen Pajak, sejalan dengan penyidikan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak serta Ditjen Bea Cukai mengenai transaksi mencurigakan tersebut.
"Iya, ini terkait dengan kasus importasi emas yang diungkap teman-teman penyidik Bea Cukai dan Pajak," katanya saat dihubungi Bisnis, Kamis (2/11/2023).
Ivan mengatakan data tambahan yang diberikan ke Ditjen Pajak itu menunjukkan bahwa penanganan kasus transaksi mencurigakan yang menyeret grup SB itu akan terus berkembang.
Apalagi, sekadar informasi, data LHA/LHP PPATK yang menjadi cikal bakal dari penyidikan di Ditjen Bea Cukai maupun Pajak itu menunjukkan adanya dugaan praktik pencucian uang.
Baca Juga
Adapun nilai transaksi mencurigakan pada data tambahan PPATK ke Ditjen Pajak itu tidak diperinci oleh Ivan. Namun, dia mengonfirmasi bahwa nilainya juga sampai dengan triliunan rupiah.
"Iya [nilainya sampai triliunan]," katanya saat dimintai konfirmasi.
Tidak hanya itu, Ivan mengatakan bahwa lembaganya menemukan pihak-pihak baru maupun modus yang digunakan dalam perputaran uang pada transaksi mencurigakan Rp189 triliun tersebut.
"Kan dalam perkembangannya ketemu pihak-pihak baru dan modus yang kurang lebih berupaya mengelabui penegak hukum," katanya.
Untuk diketahui, penyerahan data tambahan dari PPATK ke Ditjen Pajak itu guna kebutuhan analisis kebenaran terhadap pelaporan pajak grup SB.
Ditjen Pajak saat ini melakukan penyidikan terhadap transaksi mencurigakan Rp189 triliun yang berupa impor emas itu. Ditjen Pajak mengendus adanya pajak kurang bayar dan denda dengan ratusan miliar rupiah yang melekat pada grup SB.
Tidak hanya itu, Ditjen Bea Cukai juga melakukan penyidikan terhadap transaksi mencurigakan impor emas tersebut.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan bahwa penanganan oleh Ditjen Bea Cukai dan Pajak akan berbeda pada kasus tersebut. Perbedaannya terletak pada azas ultimum remedium yang tidak ada di peraturan perundang-undangan terkait dengan kepabeanan, namun ada di perpajakan.
Artinya, penyidik di Ditjen Pajak akan mengedepankan penyelesaian administratif dibandingkan dengan hukum, apabila pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam kasus tersebut memilih untuk mengambil jalan di luar pidana.
Dalam kasus yang tengah diusut Ditjen Pajak, otoritas memperoleh dokumen bahwa adanya pajak kurang bayar hingga denda ratusan miliar rupiah terkait dengan perusahaan-perusahaan di bawah grup SB.
Grup perusahaan itu diduga terlibat dalam kasus transaksi mencurigakan impor emas yang saat ini juga naik ke tahap penyidika di Ditjen Bea Cukai.
"UU Perpajakan mengenal ultimum remedium, yaitu pemberian prioritas kepada wajib pajak untuk membayar sejumlah pajak yang kurang dibayar dan sanksi administratif, karena UU Pajak paradigmanya mengutamakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara," jelas Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo.
Untuk diketahui, transaksi mencurigakan Rp189 triliun itu merupakan bagian dari transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun terkait dengan pajak dan bea cukai, yang terekam pada 300 LHA/LHP PPATK.