Bisnis.com, JAKARTA - Warga Armenia bentrok dengan polisi di kedutaan Rusia di Yerevan ketika masyarakat menuntut Moskow menghentikan serangan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh.
Para pengunjuk rasa mengibarkan bendera Republik Nagorno-Karabakh yang memproklamirkan diri dan memblokir pintu masuk ke gedung tersebut.
Menurut kantor berita negara Rusia TASS, kedutaan diblokir sepenuhnya, dan “aktivitas normal tetap tidak mungkin dilakukan.” Moskow dilaporkan mengirimkan catatan ke Kementerian Luar Negeri Armenia meminta untuk memastikan pemulihan operasi kedutaan, kata TASS.
Azerbaijan melancarkan operasi militer di Nagorno-Karabakh sebelumnya pada 19 September dengan klaim “tujuan memulihkan tatanan konstitusional” di wilayah tersebut. Penembakan dan ledakan dilaporkan terjadi di ibu kota de facto Nagorno-Karabakh, Stepanakert, dan daerah lainnya.
Menurut informasi terbaru yang diterbitkan oleh Ombudsman Republik Nagorno-Karabakh yang memproklamirkan diri, 25 orang tewas akibat permusuhan dan 138 lainnya luka-luka.
Nagorno-Karabakh diakui sebagai wilayah Azerbaijan berdasarkan hukum internasional. Populasinya yang berjumlah 120.000 jiwa sebagian besar adalah orang Armenia.
Baca Juga
Wilayah ini mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 1991 dengan dukungan militer Yerevan. Hingga tahun 2020, Armenia secara de facto menguasai Nagorno-Karabakh bersama wilayah sekitarnya.
Pada tahun 2020, Azerbaijan melancarkan operasi militer untuk menguasai sebagian Nagorno Karabakh.
Pada November 2020, Rusia menjadi perantara gencatan senjata antara Armenia dan Azerbaijan. Moskow mengirimkan pasukan untuk berpatroli di koridor Lachin, satu-satunya jalan yang menghubungkan Nagorno-Karabakh dengan Armenia.
Pada tahun 2022, Yerevan menuduh Rusia gagal dalam misi penjaga perdamaiannya ketika Moskow mulai menarik pasukannya pada tahun 2022 dan mengizinkan Azerbaijan memblokade Nagorno-Karabakh, sehingga mencegah pasokan kebutuhan pokok menjangkau penduduk.