Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mega Bertitah, Konstelasi Politik Berubah

Member politik Megawati sehari menjelang lebaran telah mengubah konstelasi politik 180 derajat.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (tengah) menyematkan peci kepada calon Presiden 2024 yang diajukan PDI Perjuangan Ganjar Pranowo (kanan) disaksikan Presiden Joko Widodo (kiri) di Istana Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat, Jumat (21/4/2023). PDI Perjuangan resmi menetapkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden 2024. ANTARA FOTO/Monang
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (tengah) menyematkan peci kepada calon Presiden 2024 yang diajukan PDI Perjuangan Ganjar Pranowo (kanan) disaksikan Presiden Joko Widodo (kiri) di Istana Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat, Jumat (21/4/2023). PDI Perjuangan resmi menetapkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden 2024. ANTARA FOTO/Monang

Bisnis.com, JAKARTA -- Megawati Soekarnoputri adalah politikus yang sulit ditebak tetapi penuh perhitungan. Ketika partai lain sibuk bermanuver, dia diam dan tak banyak komentar. Saat rival-rival politiknya mendeklarasikan calon presiden (capres), Mega memilih mengingatkan kadernya sabar menunggu sampai waktu deklarasi tiba.

Benar saja, sehari sebelum lebaran versi pemerintah, Mega mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai capres. Konstelasi politik langsung berubah 180 derajat. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) secara de facto bubar. Sedangkan wacana pembentukan 'koalisi besar' ala Golkar menguap di tengah jalan. 

Mega sekali lagi membuktikan 'kematangan' politiknya yang sudah diasah lebih dari 4 dasawarsa. Ia benar-benar tampil sebagai game changer yang setidaknya untuk saat ini berhasil mengubah konstelasi politik menjelang Pilpres 2024.

Elite-elite parpol yang sebelumnya kasak-kusuk ingin membentuk koalisi besar terpecah ke segala arah. Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, misalnya, bermanuver ke sana-sini. Terakhir bertemu dengan Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Bogor.

Sementara itu, PPP langsung mendeklarasikan Ganjar sebagai capres. PAN sepertinya juga akan mengikuti langkah PPP. Hanya saja, mereka ingin menduetkan Ganjar dengan Erick Thohir. Sedangkan Prabowo berupaya mengkonsolidasikan kerja sama politiknya dengan PKB. Prabowo juga semakin rajin melakukan safari politik. 

Alhasil, pembentukan koalisi besar, yang sempat ramai sebelum lebaran perlahan hilang dalam diskursus politik. Ibarat pepatah ide dan gagasan membentuk 'Koalisi Besar' itu layu sebelum berkembang usai Megawati menunjuk Ganjar sebagai capres pada Pilpres 2024.

Sepak Terjang Megawati

Kendati demikian, perjalanan politik Megawati tidak mudah. Sebagai anak biologis Sukarno, ruang geraknya pada masa Orde Baru sangat terbatas. Trah Sukarno adalah salah satu trah politik yang sangat 'ditakuti' Soeharto. Kekhawatiran Orde Baru terbukti. Sejak terjun ke politik pada dekade 1980-an, Megawati mampu mengubah konstelasi. Suara PDI melejit. 

Sekadar ilustrasi, sebelum Pemilu 1987, kursi PDI di parlemen tak pernah mampu tembus 10 persen.  Pada Pemilu 1977, misalnya, PDI hanya memperoleh 8,6 persen atau 29 kursi di DPR. Nasib PDI di parlemen mulai moncer pada Pemilu 1987. Beberapa tahun setelah Mega bergabung. Suara PDI melesat dibandingkan dua pemilu lalu. Partai berlambang kepala banteng itu memperoleh lebih dari 10 persen suara. 

Tren peningkatan suara PDI kembali terulang pada Pemilu 1992. Golkar partai penguasa Orde Baru kendati masih dominan, suaranya turun 5,1 persen. Suara PPP naik jadi 17 persen. PDI partai yang menjadi anak tiri Orde Baru suaranya meroket dari 10,9 persen menjadi 14,9 persen atau naik 4 persen.

Sepak terjang Megawati membuat Orde Baru semakin gundah gulana. Apalagi ketika Mega mengalahkan Budi Hardjono dalam pemilihan Ketua Umum PDI pada 1993 di Surabaya. Pemerintah Orde Baru yang tidak suka kemudian berupaya untuk mendongkel Mega dari kursi Ketua Umum PDI. Soerjadi terpilih dalam kongres Medan tahun 1996.

Soerjadi konon didukung Soeharto dan kekuasaan militer pada waktu itu. Terjadi dualisme kepimpinan di PDI. Peristiwa 27 Juli 1996 pecah. Massa PDI pro Soerjadi yang dibantu aparat militer menyerbu kantor tersebut. Sejumlah orang dilaporkan tewas. 

Konflik internal di PDI pada penghujung kekuasaan Orde Baru kemudian membuat perolehan suara partai berlambang kepala banteng itu jeblok. Pada pemilu 1997, suara PDI merosot 11,84 persen dan kehilangan 45 kursi atau hanya 11 kursi di parlemen.  

PDI pro Mega mulai bangkit pasca tumbangnya Orde Baru. Popularitas dan euphoria pro Megawati mampu mengerek suara PDI yang kelak berubah menjadi PDI Perjuangan (PDIP). Partai ini berhasil tampil sebagai pemenang pemilu. 

Namun karena terjadi manuver 'tidak lazim' di parlemen, Megawati gagal duduk sebagai presiden. Megawati berhasil menjadi presiden perempuan pertama setelah menggeser Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada tahun 2001. Rekor itu masih dia pegang hingga kini. 

Kalau menilik sejarah, Megawati barangkali hanya bisa disejajarkan dengan sosok Ratu Kalinyamat dari Jepara, Tribhuwana Tunggadewi seorang ratu dari dinasti Wijaya, yang mulai mengarahkan Majapahit sebagai negara imperium, atau para Sultanah di tanah Serambi Mekkah, Aceh. 

Bagi sebagian pihak, mungkin ini terkesan berlebihan, tetapi coba cek di buku sejarah, tak banyak perempuan yang memiliki karier dan kekuasaan moncer sebagai pemimpin  di sebuah negara yang sangat kompleks seperti Indonesia. Hanya Megawati.  

Amerika Serikat, yang sering mengagungkan diri sebagai pelindung demokrasi, pejuang kesetaraan, hak asasi dan tetek bengek-nya, belum pernah ada satupun presiden perempuan yang memimpin negara tersebut. Pol mentok wakil presiden, Kamala Harris. Hillary Clinton pernah mau bertarung, tetapi tersingkir di penyisihan dan gagal lawan Donald Trump. 

Di dunia ini, saingan Megawati hanya Ratu Elizabeth II atau mantan kanselir Jerman Angela Merkel. Itupun Elizabeth II telah mangkat. Sedangkan Merkel sudah tidak lagi berkuasa dan tidak memimpin satupun partai politik saat ini. 

Mungkin karena merasa jadi satu-satunya perempuan yang pernah berkuasa di bumi Nusantara, Mega berkali-kali mendorong perempuan tampil ke medan laga. Dia ingin perempuan bisa menjadi pemimpin. 

Mega dalam suatu kesempatan awal tahun ini mengaku bingung, kenapa kini jarang sekali perempuan yang jadi pemimpin di Indonesia. Padahal, dahulu banyak pahlawan perempuan yang berkiprah menjadi penguasa negara, kerajaan bahkan memimpin armada perang untuk melawan penjajah. 

"Makanya bingung saya, lah kok sak iki [sekarang] ke mana ya?" 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper