Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Malaysia, Anwar Ibrahim menjawab pertanyaan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal AM Hendropriyono terkait mata uang bersama, antara Indonesia dengan Malaysia.
"Saya diajukan satu persoalan oleh Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (AM) Jenderal TNI (Purn) Abdullah Makhmud Hendropriyono berkenaan apakah ada perancangan untuk mewujudkan ‘common currency’ atau mata uang bersama Malaysia-RI dan tahap ketergantungan kedua negara kepada dolar Amerika dan peranan petroyuan yang semakin luas," kata Anwar Ibrahim.
Adapun Hendropriyono sebelumnya tampak memberikan saran kepada Anwar Ibrahim untuk menyatukan mata uang Malaysia dengan Indonesia, dan menanyakan tanggapannya terkait hal tersebut.
"Importir terbesar di dunia ini China, untuk itu petro dollar nampaknya sudah semakin surut, petro yuan mulai mengemuka, pertanyaan saya apakah ada konsep dari bapak untuk menyatukan mata uang Malaysia dan Indonesia untuk berjaga jaga," tanya Hendropriyono ke Anwar Ibrahim.
Menurutnya, sampai saat ini, Indonesia dan Malaysia sama-sama bergantung dengan dollar Amerika Serikat (AS).
"Karena sampai sekarang kita berdua sangat bergantung dengan Amerika, mungkin mata uang kita berdua sama sama akan melemah," lanjutnya.
Baca Juga
Hendropriyono menegaskan dengan penyatuan mata uang dua negara itu dapat dilakukan sebagai upaya untuk berjaga-jaga.
"Dengan penyatuan mata uang kita sebagai sikap berjaga jaga, kami juga mengharapkan supaya impor dari kedua negara bebas biaya masuk, mungkin kita akan bersatu," tambahnya.
Adapun Anwar Ibrahim mengatakan bahwa ia belum memikirkan hal sampai ke arah itu, tetapi kerja sama dua negara ini dapat dilakukan dengan strategi bersama.
"Saya tidak berpikir ke arah itu, tapi kritikal nya adalah kerja sama yang benar-benar erat, satu strategi bersama, banyak kelapa sawit, Indonesia sebanyak 68% pengeluarannya," jawabnya.
Anwar menegaskan bahwa kesepakatan dalam kerja sama untuk kelapa sawit telah dilakukan sejak 2015, tetapi tidak berkembang.
"Kalo kita ada kesepakatan itu dalam kelapa sawit, cuma sudah diwujudkan sejak 2015 tapi tidak berkembang karena masing masing lemah tindakannya," lanjutnya.
Lebih lanjut, Anwar menjelaskan bahwa jika soal energi, Indonesia tentu sangat kuat, dan Malaysia saat ini masih ada, jika digabung maka akan menjadi yang terdepan.
"Renewable energy, itu Indonesia kuat, Malaysia masih ada. Kalo kita gabung tenaganya, kita akan terdepan. ASEAN ini sekarang agak sedikit muram," tambahnya.