Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Pasukan Perlindungan Radiasi, Kimia dan Biologis Rusia, Letnan Jenderal Igor Kirillov, menyinggung soal program biologi militer di Ukraina, Sabtu (24/12/2022).
Ia mengungkap bahwa Kementerian Pertahanan Rusia telah memiliki dokumen nama semua pejabat penting Amerika Serikat (AS) yang mengawasi studi tersebut.
Kirillov mengungkap di antara nama-nama pejabat itu yakni mantan Direktur DTRA (Defense Threat Reduction Agency) Kenneth Myers, Wakil Presiden Eksekutif dana ventura In-Q-Tel yang dikendalikan CIA Tara O'Toole, mantan Kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS Thomas Frieden.
Selanjutnya, mantan Direktur National Institutes of Health Francis Collins, mantan Direktur Eksekutif Battelle Memorial Institute Jeffrey Wadsworth, kepala petugas ilmiah Pfizer dan presiden divisi penelitian, pengembangan dan pengobatan global perusahaan dan banyak pejabat lainnya.
Salah satu pejabat pertahanan Rusia menyatakan bahwa data itu terkandung dalam laporan DTRA yang diperluas tentang aktivitas di Ukraina.
"Semuanya adalah penerima manfaat dari proyek biologis Pentagon dan terkait dengan Partai Demokrat AS yang para pemimpinnya adalah ahli ideologi penelitian biologi militer dan pencipta skema rahasia pencucian dana untuk kepentingan lingkaran sempit perwakilan elite Amerika," kata Kirillov.
Baca Juga
Selanjutnya, Kirillov menyatakan keheranannya terkait uang dari para pembayar pajak yang justru dihabiskan untuk penelitian biologi militer ilegal di Ukraina dan negara-negara lain di seluruh dunia.
Ia mengungkap bahwa laboratorium bio Amerika melakukan pekerjaan untuk mengintensifkan efek mikroorganisme patogen tanpa kontrol yang tepat.
Pejabat pertahanan Rusia mengutip Sekretaris Jenderal PBB dan Perwakilan Tinggi untuk Urusan Pelucutan Senjata, Izumi Nakamitsu, yang mengatakan sebelum Konferensi Tinjauan ke-9 Konvensi Senjata Biologis bahwa tidak ada proses kontrol yang tepat dalam mematuhi konvensi.
Menurutnya, ada banyak zona abu-abu, erutama ketika penelitian tersebut dilakukan di laboratorium, seperti dilansir dari TASS, Minggu (25/12/2022).
"Contoh dari studi semacam itu adalah pekerjaan yang dilakukan di Amerika Serikat untuk mengintensifkan efek mikroorganisme patogen, termasuk pembuatan agen infeksi virus corona buatan di Universitas Boston," katanya.
Lebih lanjut, ia menyinggung terkait virus yang telah dimodifikasi dan mematikan hingga menyebabkan kerusakan paru-paru.
"Seperti yang telah kami tunjukkan, virus yang dimodifikasi telah 80 persen mematikan dan menyebabkan gejala neurologis atipikal dan kerusakan parah pada paru-paru," ucap pejabat pertahanan itu.