Bisnis.com, JAKARTA - Sikap Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) untuk melanjutkan program dan kebijakan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai sebagai langkah politik untuk mendapatkan dukungan dari pemilih Jokowi.
Pengamat politik dari Universitas Diponegoro, Teguh Yuwono mengatakan apa yang disampaikan KIB melalui Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto itu merupakan klaim politik yang wajar.
Menurutnya, dengan menggunakan kata-kata legacy Presiden Jokowi, KIB berupaya memengaruhi pemilih karena bagaimanapun Presiden Jokowi punya grass root, pemilih akar rumput politik yang besar, katanya, Jumat (15/7/2022).
Melanjutkan legacy Jokowi, akan menjadi dukungan psikologis untuk KIB dalam mendapatkan dukungan masyarakat. Namun, Teguh mengatakan, pernyataan ini perlu diperkuat oleh teim Presiden Jokowi sebagai validasi.
KIB sendiri beranggotakan Partai Golkar, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan. Mereka memiliki hubungan baik dengan pemerintah maupun Partai pemenang pemilu, PDIP.
“Di situ ada perekatnya, ketika KIB membicarakan legacy presiden, Jokowi sendiri terikat dengan Bu Mega (PDI Perjuangan), sangat mungkin KIB menjadi poros baru atau bergabung dengan PDIP,” ujar Teguh.
Baca Juga
Airlangga sebelumnya mengatakan bahwa KIB merupakan koalisi yang inklusif, terbuka untuk partai mana saja. Bahkan kabarnya ada satu partai lagi yang akan bergabung dengan KIB.
Airlangga juga mengatakan Pilpres 2024 paling potensial diikuti oleh tiga poros koalisi.
Poros pertama adalah PDI Perjuangan yang bisa mengusung pasangan calon tanpa berkoalisi. Lalu, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bentukan Golkar-PAN-PPP serta satu poros lagi yang akan terbentuk.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai positif pernyataan tersebut. Dia mendorong para elite partai untuk merealisasikan tiga poros atau lebih pada Pipres 2024.
"Apa yang disampaikan oleh Pak Airlangga itu perlu dipikirkan, dikaji secara dalam, dan direalisasikan oleh elite partai politik agar bisa tiga poros atau bahkan empat poros," kata Ujang.
Menurutnya, ketika Pilpres 2024 diikuti tiga poros dengan tigsa pasangan calon maka akan polarisasi akan hilang dengan sendirinya.
“Hal itu bisa mencegah munculnya polarisasi seperti dalam Pilpres 2019,” ujarnya.