Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan jutaan buruh di seluruh Indonesia akan melakukan pemogokan nasional selama 3 hari, jika lima tuntutan pada aksi buruh hari ini tak juga didengarkan.
"Kalau masih dipaksakan bisa dipastikan Partai Buruh dan organisasi-organisasi yang ada akan menyerukan pemogokan nasional selama 3 hari, waktunya kita akan lihat sampai adanya pembahasan," katanya di depan Gedung DPR RI, Selasa (15/6/2022).
Aksi buruh yang diikuti puluhan ribu massa serentak itu tak hanya digelar di pusat kota, melainkan di berbagai kota industri seperti Bandung, Makassar, Banjarmasin, Aceh, Medan, Batam, Semarang, Surabaya, Ternate, Ambon, dan beberapa kota industri lainnya.
"Pemogokan nasional akan diikuti 15.000 pabrik stop produksi, 5 juta buruh akan keluar dari pabrik melibatkan 34 provinsi," katanya.
"Kami yakin Pak Presiden Jokowi akan mendengar suara ini dan mendorong menteri-menteri terkait bersama pimpinan DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law, UU PPP, dan tutuntan kami lainnya," lanjutnya.
Dia menegaskan bahwa ini merupakan aksi yang akan terus berlanjut.
Baca Juga
"Hari ini aksi kami tidak berkepentingan untuk diterima atau tidak diterima. Kalau anggota DPR dari Fraksi manapun punya hati dan pikiran silakan keluar berbicara langsung dengan rakyat," paparnya.
5 Tuntutan
Diketahui substansi massa aksi hari ini untuk menyerukan penolakan terhadap revisi UU PPP, menolak omnibus law UU Cipta Kerja, mendorong pengesahan UU PPRT, menolak liberalisasi pertanian WTO, dan masa kampanye pemilu selama 75 hari.
UU PPP disebut bersifat akal-akalan hukum bukan kebutuhan hukum. Hanya untuk membenarkan omnibus law sebagai metode membentuk undang-undang.
"Mereka bermanis muka di harapan rakyat, tetapi sesungguhnya membuat undang-undang yang merugikan," tambahnya.
Sementara, omnibus law ditolak karena diniai cacat pasalnya Mahkamah Konstitusi tidak pernah meminta revisi UU PPP. Namun, proses UU Ciptak Kerja tersebut tidak melibatkan partisipasi publik.
Penolakan liberalisasi pertanian yang diajukan WTO pun dilakukan karena dinilai akan merugikan para petani lokal.
Di sisi lain, mereka ingin UU PRT disahkan setelah 17 tahun terbengkalai. Hal ini untuk melindungi orang-orang yang kurang secara ekonomi.
Terkait masa kampanye 75 hari disebut tidak sesuai, bahkan melanggar UU Pemilu dimana tercantum seharusnya 7-9 bulan.