Bisnis.com, JAKARTA - Partai Buruh menurunkan 10.000 massa dalam aksi di Gedung DPR RI Jakarta Rabu (15/6/2022).
Tak hanya di Ibu Kota, aksi para buruh tersebut juga akan serentak dilakukan di seluruh kantor di tingkat provinsi oleh puluhan ribu buruh.
"Saya sampaikan 15 Juni ini, Partai Buruh melakukan aksi 10.000 buruh se-Jabodetabek di depan Gedung DPR RI," kata Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam keterangan resmi yang diterima, Rabu (15/6/2022).
Dia menjabarkan, lima tuntutan yang akan dikawal massa nya hari ini yaitu: tolak UU PPP yang telah direvisi sebelumnya.
Dia menilai aturan tersebut merupakan produk cacat hukum.
"Karena tidak melibatkan partisipasi publik dalam revisinya, ini juga cacat hukum dan akal-akalan hukum karena hanya untuk memasukkan omnibus law sebagai salah satu metode dalam sistem hukum di Indonesia, tapi kebutuhan hukumnya tidak terpenuhi," lanjutnya.
Kedua, massa buruh juga menolak omnibus law UU Cipta Kerja.
Menurutnya, partai-partai yang hari ini menduduki parlemen memaksakan kehendak bersama pemerintah untuk mengeluarkan undang-undang tersebut.
"Isu ketiga yaitu kami menolak masa kampanye 75 hari karena itu melanggar undang-undang pemilu dan KPU sebagai lembaga independen tidak seharusnya melakukan kesepakatan dengan DPR dan pemerintah, toh DPR peserta pemilu," kata Said di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Senin (13/6/2022).
Dia menilai kesepakatan tersebut tidak adil bagi peserta pemilu yakni 6 partai yang tidak masuk dalam parlemen dan 7 partai baru.
"Kalau dipaksakan kita dudukin KPU, tadi kita sampaikan ke Bawalu dan nampaknya itu akan dipertimbangkan dengan mendalam," lanjutnya.
Selanjutnya, isu keempat yaitu mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang sudah 17 tahun tak kunjung disahkan.
"Omnibus law cepat, UU KPK cepat, kalau yang ada sumber-sumber pendanaan cepat tapi kalau yang sifatnya perlindungan sangat sulit," ungkap Said.
Terakhir, Said menyatakan massa buruh nantinya juga akan menolak liberalisasi pertanian. Pasalnya, World Trade Organization (WTO) akan melakukan hal tersebut, dia meminta agar Indonesia tidak terlibat.
"Indonesia jangan terlibat ini bisa mengancam petani kita," ujarnya.