Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerhati Pendidikan Kedokteran Beberkan Alasan UU Praktik Kedokteran Perlu Direvisi

Pemerhati pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan memaparkan alasan UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran perlu direvisi
Pemerhati Pendidikan Kedokteran Beberkan Alasan UU Praktik Kedokteran Perlu Direvisi. JIBI/Bisnis-Nancy Junita
Pemerhati Pendidikan Kedokteran Beberkan Alasan UU Praktik Kedokteran Perlu Direvisi. JIBI/Bisnis-Nancy Junita

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerhati pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan dokter Judilherry Justam memaparkan alasan UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran perlu direvisi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (9/6/2022).

“Kami prihatin dan juga resah, dengan keberadaan UU Praktik Kedokteran sejak tahun 2013,” ujarnya.

Dikatakan, pasca UU Praktik Kedokteran ditetapkan pada tahun 2004, ditemukan pemusatan kekuasaan dari hulu hingga hilir dunia kedokteran di Indonesia.

Berdasarkan UU tersebut, diketahui bahwa IDI sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter di Indonesia, telah memegang kendali pada organisasi profesi dokter di tingkat pendidikan hingga organisasi profesi praktik kedokteran.

Sebagai contoh, ujarnya, pada organisasi profesi dokter di tingkat pendidikan, IDI memegang kendali untuk membentuk suatu kolegium kedokteran di Indonesia, yang biasanya menjadi organisasi independen. 

“Ini merupakan suatu anomali atau penyimpangan. Tidak ada di dunia, di mana kolegium itu merupakan bagian dari organisasi profesi. Kolegium itu seharusnya terpisah,”ucap Judilherry.

Selanjutnya, pada organisasi profesi di tingkat praktik kedokteran, IDI merupakan pihak yang berwenang untuk mengeluarkan rekomendasi izin praktik serta satuan kredit profesi (SKP) untuk continuing medical education (CME) yang nantinya digunakan Kolegium untuk memperpanjang izin praktik dokter.

Judilherry pun menjelaskan fakta yang menjadi dampak dari ditetapkannya UU Praktik Kedokteran.

"Pertama adalah kekuatan monopolistik organisasi profesi di sektor pelayanan medis. Dengan adanya UU tersebut, IDI telah memberi peluang organisasi masyarakat untuk melakukan abuse of power,” ucapnya.

Fakta kedua,terkait keberadaan IDI di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Keberadaan IDI, ujarnya, berpotensi memicu konflik kepentingan.

“IDI adalah objek dari regulasi, bagaimana mungkin ketuanya duduk di KKI sebagai regulator,” tambahnya.

Atas keresahan tersebut, sejumlah pihak telah mengadukan permasalahan itu ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2017 dan menghasilkan putusan akhir yaitu melarang pengurus IDI untuk menjadi anggota KKI guna menghindari terjadinya konflik kepentingan. 

Fakta ketiga, ketidakberdayaan pemerintah dalam kasus dokter layanan primer (DLP). DLP sendiri tidak diterima oleh IDI karena tidak tercantum dalam UU Praktik Kedokteran.

Dengan ditolaknya penyediaan DLP, Yudilius menilai bahwa Indonesia telah mengalami kesulitan untuk memperkuat kualitas pelayanan kesehatan di tingkat pertama.

“Keinginan dokter untuk belajar menjadi DLP terbelenggu dan seakan lebih ‘takut’ kepada organisasi profesi dibanding pemerintah.”

RDPU Komisi IX DPR dengan pemerhati pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan dipimpin Edy Wuryanto.

Selain Judilherry, pemerhati pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan yang hadir pada RDPU itu adalah Profesor Ahmad Djojosugito, dr Sugito Wonodirekso, dr Trevino Pakasi, dr Eghar Anugrapaksi, dr Dhanasari Trisna, dr Insi Farida, dr Agung Kurniawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper