Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Penjelasan Kenapa Jumlah Rakaat Salat Tarawih Berbeda-beda

Di Indonesia, setidaknya ada beberapa jumlah rakaat yang dijalankan yakni 8 rakaat, dan kalangan yang tarawih 20 rakaat dan dilanjutkan dengan salat witir 3 rakaat.
Jamaah Tarekat Naqsabandiyah melaksanakan salat tarawih pertama di Surau Baru, Pauh, Padang, Sumatera Barat, Kamis (31/3/2022). Tarekat Naqsabandiyah lebih dulu memulai berpuasa pada Jumat (1/4/202) berdasarkan Metode Hisab Munjid yang telah digunakan secara turun temurun - ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc.
Jamaah Tarekat Naqsabandiyah melaksanakan salat tarawih pertama di Surau Baru, Pauh, Padang, Sumatera Barat, Kamis (31/3/2022). Tarekat Naqsabandiyah lebih dulu memulai berpuasa pada Jumat (1/4/202) berdasarkan Metode Hisab Munjid yang telah digunakan secara turun temurun - ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc.

Bisnis.com, JAKARTA - Salat tarawih umumnya tidak sama jumlah rakaat yang dijalankan di semua masjid yang melaksanakannya.

Di Indonesia, setidaknya ada beberapa jumlah rakaat yang dijalankan yakni 8 rakaat, dan kalangan yang tarawih 20 rakaat dan dilanjutkan dengan salat witir 3 rakaat.

Mengutip nu.or.id, mulanya pemahaman akan adanya salat tarawih di bulan Ramadhan ini adalah bentuk riil dari hadits Nabi yang menyebutkan "Barangsiapa bangun (shalat malam) di bulan Ramadhan dengan iman dan ihtisab, maka diampuni baginya dosa-dosa yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim) Istilah tarawih sendiri belum ada pada masa Nabi.

Nabi hanya mencontohkan salat malam yang beliau lakukan selama Ramadan. Baru belakangan di masa Khalifah Umar bin Khattab, salat di malam hari Ramadan ini disebut tarawih, dan mulai diselenggarakan secara berjamaah.

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim, disebutkan Nabi shalat di masjid Nabawi pada suatu malam Ramadan. Para sahabat yang tahu lantas mengikutinya.

Seiring waktu semakin banyak yang mengikuti aktivitas Nabi ini. 

Sebagaimana disebutkan Ibnu Rusyd dalam Bidâyatul Mujtahid, beda jumlah ini adalah soal afdhaliyah saja.

Imam Malik bin Anas pada salah satu pendapatnya, kemudian Imam Abu Hanifah, Imam asy-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, dan begitu pula Dawud azh Zhahiri, memilih untuk tarawih dengan 20 rakaat.

Ada juga pendapat yang menyatakan tarawih itu sejumlah 36 rakaat, meski tidak populer. Imam Ibnu Qudamah mencatat dalam al-Mughni bahwa sebab perbedaan ini adalah dasar hadits dan riwayat sahabat yang digunakan. Imam Malik bin Anas, sebagaimana ulama lain, menggunakan riwayat dari Yazid bin Ruman yang mauquf atau disandarkan pada perilaku sahabat, bahwa orang-orang sembahyang tarawih pada masa Umar bin Khattab dengan dua puluh rakaat, diimami sahabat Ubay bin Ka’ab.

Hal ini berbeda dengan keterangan yang disampaikan salah satu ahli hadits generasi awal, yaitu Abu Bakar bin Abi Syaibah, yang juga guru Imam Malik. Ia menyebutkan menemui orang-orang di Madinah shalat sebanyak 36 rakaat. Kalangan yang berpendapat bahwa tarawih dilakukan delapan rakaat menyandarkan pada hadits berikut:

Diriwayatkan dari Abu Salamah, ia pernah bertanya kepada Aisyah: “Bagaimana salat Nabi Muhammad di bulan Ramadan?” Aisyah menjawab,“Beliau tak menambah pada bulan Ramadan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat: salat empat rakaat, yang betapa bagus dan lama, lantas salat empat rakaat, kemudian tiga rakaat. Aku pun pernah bertanya: Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum menunaikan shalat witir? Beliau menjawab: “mataku tidur, tapi hatiku tidak.”

Hadits ini yang menjadi dasar kalangan yang bertarawih dengan delapan rakaat plus tiga rakaat witir. Kendati demikian, hadits di atas oleh banyak ulama dinilai sebagai hadits yang berkaitan dengan jumlah rakaat dan tata cara witir, bukan tarawih. Dengan begitu, jumlah rakaat tarawih ini berbeda disebabkan perbedaan pemahaman atas hadits. Bila Anda hendak memilih delapan, dua puluh, atau lebih banyak dari itu, ketahuilah bahwa tidak ada keterangan eksplisit dalam hadits Nabi seputar jumlah rakaat tarawih.

Menurut keterangan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari, sebagaimana dikutip KH Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Hadits-Hadits Palsu Seputar Ramadhan, pada dasarnya tiada ketetapan tertentu dari Nabi dalam hadits seputar rakaat tarawih.

Para ulama yang memilih pendapat 20 rakaat di atas, memilih berdasarkan sisi keutamaannya, karena dalilnya masih disandarkan pada perbuatan sahabat di masa Umar bin Khattab dan tidak dikomentari oleh sahabat lain. Pun jika ada yang memilih jumlah rakaat yang berbeda, jelas bukan masalah. Semoga ibadah kita di bulan Ramadhan, khususnya tarawih, mendatangkan ridla Allah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper