Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis membuat pernyataan kontroversi dengan menyebutkan bahwa bila ingin selamat dunia akhirat agar mengikuti 1 Ramadan yang ditetapkan oleh pemerintah, yakni Minggu, 3 April 2022.
Dalam video wawancara di Metro TV, Jumat (1/4/2022) Ketua MUI awalnya menyampaikan ajakan agar menghargai perbedaan dalam memulai menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Seperti diketahui, berdasarkan perhitungan hisab, Muhammadiyah memulai puasa pada Sabtu, 2 April 2022.
Menurutnya, perhitungan dalam menentukan berpuasa masing-masing dinilai benar sesuai dengan keyakinannya. Perhitungan pemerintah, tadinya memakai acuan wujudul hilal 2°. Perhitungan ini sama dengan Muhammadiyah sebelum ada perubahan dari sisi pemerintah.
Pada tahun ini pemerintah menetapkan wujudul hilal 3°. Apabila menggunakan perhitungan hilal 2° jatuhnya puasa Ramadan sama antara pemerintah dan Nahdlatul Ulama dengan Muhammadiyah.
"Dengan hitungan falak dulu di atas 2° bersama-sama. Kemudian kita [pemerintah] menaikkan 3°. Akhirnya Muhammadiyah menentukan hari Sabtu [2 April 2022]. Silakan mau berpuasa menjadi keyakinan. Jangan sampai belakangan [berpuasa] Lebaran duluan. Tapi kalau tidak tau silahkan bertanya kepada ulama," ujarnya seperti dikutip Youtube Metro TV, Sabtu (2/4/2022).
Namun, Cholil Nafis mengingatkan apabila tidak yakin, diminta mengikuti 1 Ramadan keputusan pemerintah. "Kalau mau kita lebih aman dunia dan akhirat ikutlah pemerintah. Ketentuan hakim itu bisa memutus perbedaan antara kita, dan akan bertanggung jawab dunia dan akhirat," ujarnya.
Pernyataan Cholil Nafis itu kemudian mendapatkan respons dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Dia menilai bahwa yang diperlukan dalam menghadapi perbedaan menjalankan awal puasa Ramadan dengan sikap toleran, rendah hati, dan bijaksana dari semua warga Muslim dan pemerintah maupun para pihak lainnya
"Tidak perlu heboh dan saling menyalahkan, apalagi bikin pernyataan-pernyataan yang menghakimi disertai sikap merasa benar sendiri," tegasnya seperti dikutip dari situs Muhammadiyah.or.id, Sabtu (2/4/2022).
Haedar melanjutkan, khusus para pejabat atau tokoh yang mewakili organisasi keagamaan milik publik, seperti MUI perlu semakin bijaksana untuk berdiri di atas semua golongan dan tidak membuat pernyataan penghakiman secara negatif dan mengundang keresahan atau kontroversi.
"Jangan sampai membuat vonis keagamaan dengan manyatakan, 'siapa yang ingin aman dan selamat dunia akhirat, ikutilah keputusan pemerintah.' Nanti, sebelum puasa dimulai malah bisa-bisa sudah batal puasanya, karena mencela dan menghakimi perbedaan ijtihad dengan otoritas keagamaan yang monolitik, padahal setiap ijtihad hatta yang dilakukan atasnama pemerintah pun terbuka untuk benar atau salah."
Baca Juga : Perbedaan Awal Puasa Ramadan 2022: Muhammadiyah, NU, dan Pemerintah |
---|
Pernyataan Cholil Nafis itu pun mendapatkan banyak komentar warganet. Salah satunya dari akun Twitter @DaniPutra2.
Duh Kyai @cholilnafis ... rasanya tak nyaman sekali dengan pernyataan Kyai bagi kami yang puasa lebih awal. Ada kecenderungan kami tak lebih selamat dari dunia dan akhirat.
— Dani Putra (@DaniPutra2) April 2, 2022
Dalam cuitannya, Cholil Nafis menyampaikan bahwa tidak ada niat untuk merendahkan pilihan keyakinan untuk merayakan ibadah puasa Ramadan lebih dulu daripada ketetapan pemerintah.
Saya sempat bercanda dg Prof. Muhajir (Menko PMK) krn judulnya ini terkesan penjamin surga dan benar sendiri dlm masalah ijtihadiyah. Tapi stlh menyimak isinya jadi senyum2. Ini Judul utk menarik minat penonton
— cholil nafis (@cholilnafis) April 2, 2022
.
insya Allh saya tdk ada niat merendahkan begitu juga tdk isinya https://t.co/XvDEMAYPPI