Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dipecat IDI! Lima Kesalahan Eks Menkes Dokter Terawan, Salah Satunya Vaksin Nusantara

Mantan Menkes Terawan Agus Putranto dipecat permanen dari keanggotan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Ada lima kesalahannya. Salah satunya terkait Vaksin Nusantara.
Mantan Menkes Siti Fadilah dan mantan Menkes Terawan Agus Putranto seusai mengikuti proses ujicoba vaksinasi Vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (15/4)./Istimewa
Mantan Menkes Siti Fadilah dan mantan Menkes Terawan Agus Putranto seusai mengikuti proses ujicoba vaksinasi Vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (15/4)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Letnan Jenderal TNI (Purn.) Terawan Agus Putranto dipecat permanen dari keanggotan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Ada lima kesalahannya. Salah satunya terkait Vaksin Nusantara.

Pemecatan Terawan diputuskan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) sebelum dibawa ke sidang Muktamar IDI yang diselenggarakan pada 22-25 Maret 2022 di Banda Aceh.

"Itu rekomendasi dari MKEK Pusat pada Ketua Umum PB IDI dan akan diputuskan pada sidang khusus Muktamar IDI XXXI," kata anggota IDI Pandu Riono yang juga epidemiolog dari Universitas Indonesia, Sabtu (26/3/2022).

Dikutip dari cuitan Pandu @drpriono1, berdasarkan surat MKEK yang ditujukan kepada Ketum IDI, salah satu alasan mengapa Terawan dipecat adalah melakukan promosi kepada masyarakat luas tentang Vaksin Nusantara sebelum penelitian vaksin tersebut selesai.

Keberadaan vaksin Nusantara menjadi perdebatan, khususnya dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Vaksin Nusantara diklaim telah melalui uji klinis fase 2 dan akan memasuki uji klinis fase 3, menurut studi terbaru yang dipublikasikan di clinicaltrials.gov, dilansir dari Bisnis pada 24 Agustus 2021.

Namun, Kepala BPOM Penny Lukito mengungkapkan temuan dari inspeksi uji klinik fase I yang ganjal dari vaksin Nusantara. Penny mengatakan, dalam aspek Good Manufacturing Practice (GMP), vaksin yang diprakarsai mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tidak dibuat dalam kondisi steril.

“Produk vaksin dendritik tidak dibuat dalam kondisi yang steril," kata Penny dalam keterangan tertulis, Rabu (14/4/2021).

Selain itu, BPOM memperoleh 3 temuan yang ganjal dari vaksin Nusantara yaitu, vaksin Nusantara berjalan tanpa pengawasan, tak memenuhi konsep pembuktian, dan belum diujicobakan ke hewan.

Meski belum selesai proses uji klinis, pada medio April 2021 lalu, sejumlah pejabat telah menerima suntikan booster dari vaksin tersebut.

Vaksin besutan dokter berpangkat Letjen (Purn) itu bahkan sudah disuntikkan kepada tokoh dan pejabat di Indonesia. Mulai dari Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, yang kala itu menjabat Panglima TNI, eks Menteri BUMN Dahlan Iskan, Kepala Staf Kepresiden Moeldoko, hingga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Selain itu, banyak anggota DPR  lainnya yang telah disuntik vaksin besutan Terawan itu di antaranya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dan Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh.

Kemudian, beberapa anggota Komisi IX DPR RI seperti Arzeti Bilbina, Saniatul Lativah, Sri Meliyana, dan Anas Thahir, serta Anggota DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mengaku telah divaksin oleh vaksin Nusantara.

Tak patah arang, akibat ‘ditolak’ BPOM, namun Terawan seperti mendapat dukungan dari anggota dewan. Bahkan, dia diundang untuk menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VIII DPR RI di ruang rapat Komisi VIII DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/6/2021).

Dalam kesempatan itu, Terawan juga menjawab tudingan kalau Vaksin Nusantara adalah buatan Amerika Serikat (AS).

"Dikatakan bahwa ini bikinan Amerika dan sebagainya ya selama ini diam saja, untuk apa dijawab. Kan mereka berpendapat," kata Terawan.

Pemerintah pada akhir tahun 2021 pun telah mengumumkan jika vaksin inisiasi mantan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto dan Ketua Tim Dokter Kepresiden itu akan dijadikan vaksin booster pada tahun 2022. Namun, kabar vaksin Nusantara bakal dijadikan booster tidak diketahui kelanjutannya hingga kabar Terawan dipecat IDI.

Melanggar Etik 

Terawan merupakan dokter spesial radiologi dan seorang guru besar di bidang tersebut seperti dilansir Wikipedia.

Dia merupakan lulusan dari Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta dan kemudian masuk TNI AD. Dia pernah bertugas di Lombok, Bali, dan Jakarta untuk mengemban tugas sebagai pelaksana medis/kesehatan militer.

Pria kelahiran 5 Agustus 1964 itu juga pernah menjabat sebagai Tim Dokter Kepresidenan pada tahun 2009 dan pernah menjabat sebagai Kepala RSPAD tahun 2015.

Pada 15 Desember 2018 Terawan yang kala itu masih menjabat Kepala Rumah Sakit Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto terpilih sebagai ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) untuk periode 2018 sampai 2022

Pada 2018, Terawan pernah dipecat sementara oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dikabarkan menjatuhkan sanksi atas pelanggaran etik.

Ketua MKEK kala itu, dr Prijo Pratomo, Sp. Rad menegaskan bahwa MKEK tidak mempersalahkan teknik terapi pengobatan Digital Substraction Angiography (DSA) yang dijalankan Terawan untuk mengobati stroke, melainkan kode etik yang dilanggar.

 “Kami tidak mempersoalkan DSA, tapi sumpah dokter dan kode etik yang dilanggar,” ujarnya pada Rabu (4/4/2018).

Prijo menyebut ada pasal Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) yang dilanggar. Dari 21 pasal yang yang tercantum dalam Kodeki, Terawan telah mengabaikan dua pasal yakni pasal empat dan enam.  

Pada pasal empat tertulis bahwa “Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri”.

Terawan tidak menaati itu, dan kata Prijo, Terawan mengiklankan diri. Padahal, ini adalah aktivitas yang bertolak belakang dengan pasal empat serta mencederai sumpah dokter.

Sementara itu, kesalahan lain dari Terawan adalah berperilaku yang bertentangan dengan pasal enam. Bunyinya:

“Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat”.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Indra Gunawan
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper