Bisnis.com, JAKARTA - Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tergabung dalam Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Hongkong menyatakan penolakan atas pemberlakuan surat izin atau persetujuan wali/suami atau orang tua saat melakukan perpanjangan kontrak kerja atau berganti majikan di Hongkong.
Para aktivis JBMI Hongkong bersama rekan-rekannya PMI Hongkong dan Macau menolak surat tersebut karena aturan itu sudah dipenuhi saat berada di Indonesia dan saat masih menjadi calon PMI. Sementara, PMI yang telah berada di Hongkong sudah resmi dan bertahun-tahun bekerja di Hongkong serta Macau.
Penolakan dilakukan dengan berbagai cara baik demonstrasi secara fisik dengan mengusung sejumlah poster yang bertuliskan penolakan dan di foto untuk disebarluaskan, juga dilakukan secara online memanfaatkan media sosial maupun sejumlah kanal lainnya yang dapat membantu menyebarluaskan penolakan tersebut.
Salah seorang PMI di Hongkong asal Jawa Timur, Etik Susmiati yang juga menolak adanya aturan baru yang dikeluarkan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tersebut, menilai bahwa peraturan baru itu berpotensi menimbulkan celah pungli dan justru menyusahkan para PMI maupun keluarga yang ada di Indonesia.
“Masalahnya, jika kita mengurus ulang, justru kasihan keluarga yang ada di Indonesia. Surat ini nantinya akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum untuk meminta biaya atau memeras alias akan muncul pungli. Jika tidak bayar, nanti akan dipersulit,” kata Etik kepada Bisnis, Rabu (29/12/2021).
Etik juga mengatakan, selama ini saat mengurus kontrak perpanjangan kerja atau berpindah kerja, dirinya bersama PMI Hongkong lainnya tidak pernah dimintai surat persetujuan wali tersebut. Imigrasi Hongkong, kata Etik, sudah memiliki data PMI Hongkong.
Baca Juga
“Karena di formulir renew kontrak itu sudah tercantum data kita, nama keluarga yang bisa dihubungi, hubungan keluarga, nomor telepon dan alamat jelasnya. Jadi justru tuan rumahnya saja tidak membuat ribet atau tidak birokratis,” jelas Etik.
Lebih lanjut, Etik menjelaskan alasan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mengeluarkan aturan tersebut sebagai bentuk upaya untuk pelindungan PMI saat di luar negeri. Namun, niat mulia itu bagi Etik dan PMI Hongkong malah membuat mereka ribet dan kesulitan.
“Ini malah jadi celah pungli di Tanah Air. Lalu, di Hongkong ini banyak organisasi PMI. Selain itu KJRI juga punya data dan kontak kita. Kecuali, kita sendiri yang menghilang dari keluarga. Itu pun sangat jarang, karena Hongkong itu kecil sekali. Kita hampir bisa mengenali satu sama lain,” jelasnya.
Dirinya menyoroti sistem hukum dan imigrasi Hongkong dan Macau yang dinilainya cukup bagus dan berjalan. Menurutnya, itu berbeda dengan sistem di Taiwan, Malaysia atau Saudi Arabia yang pelindungan hukumnya bagi PMI sangat kurang.
“Memang tidak bisa pukul rata. Mungkin saja, kebijakan ini relevan bagi PMI di Saudi Arabia, Timur Tengah atau Malaysia yang pelindungan hukum bagi PMI masih rendah dan kurang,” ujarnya.
Penolakan juga disuarakan oleh Mitha Aprilila, Founder PMI SpeakUp. Seperti dikutip dari Instagram resminya @pmispeakup, dirinya juga menoolak dengan alasan surat izin wali / suami / istri sudah menjadi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi saat Calon Pekerja Migran Indonesia.
“Kami menolak karena ini uga berpotensi adanya pemalsuan data dan pungli yang dilakukan oknum tidak bertanggungjawab di daerah asal PMI,” ujarnya.
Selain itu juga diyakini bakal semakin mempersulit proses perpanjangan kontrak PMI di Hong Kong, karena berpotensi menimbulkan kerumitan yang berkenaan dengan administrasi kependudukan, misalnya alamat domisili di Indonesia yang tidak sesuai dengan alamat di KTP, proses perceraian, orang tua yang sudah meninggal dunia, dan lain sebagainya.
Sebelumnya, diketahui bahwa KJRI Hongkong mengeluarkan surat edaran tentang “Persyaratan Perpanjangan (Renewal) Kontrak Kerja Pekerja Migran Indonesia pada 10 Desember 2021, yang berisi bahwa berdasarkan Peraturan BP2MI No.1/2020, seluruh PMI di Hongkong harus mengurus dan menyertakan salinan surat izin persetujuan wali/suami dan orang tua saat mengurus atau memperpanjang kontrak kerjanya. Ketentuan itu berlaku mulai 1 Januari 2022.