Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah saat ini tengah menyempurnakan naskah akademik RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Akan tetapi Komnas HAM sama sekali belum diajak bicara.
Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin mengatakan bahwa RUU KKR merupakan dasar hukum yang ditujukan untuk menyelesaikan peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi sebelum UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM disahkan.
“KKR adalah mekanisme penyelesaian di luar pengadilan untuk pelanggaran HAM yang berat. Dunia telah mengenal mekanisme ini sejak lama,” katanya, dikutip Senin (13/12/2021).
Amiruddin menjelaskan bahwa KKR sudah ditempuh diberbagai negara, seperti Afrika Selatan dan Korea Selatan, serta beberapa negara di Amerika Latin setelah pemerintahan-pemerintahan otoriter jatuh di negara-negara tersebut oleh gerakan demokratisasi.
Karena begitu pentingnya RUU KKR tersebut, Amiruddin menegaskan sebaiknya pemerintah terbuka sedari awal dalam menyusun draft RUU KKR tersebut serta melibatkan banyak pihak, terutama perwakilan keluarga korban dan korban.
Sampai hari ini, penyelesaian pelanggaran HAM yang berat melalui proses non-yudisial selalu menjadi wacana pemerintah dari tahun ke tahun.
Ada baiknya, tambah Amiruddin, pemerintah berhenti berwacana dan mulai menunjukan langkah dan konsep yang jelas tentang apa yang dimaksud langkah nonyudisial.
Di sisi lain, sampai hari ini Komnas HAM belum pernah dimintai pandangan dan diajak berbicara secara formal untuk menyusun draft RUU KKR tersebut. Padahal Komnas HAM sudah seharusnya dilibatkan sejak dari awal.
“Jangan sampai draft RUU KKR disusun secara sepihak, yang kemudian hari mendatangkan penolakan. Sebab, di masa lalu yaitu tahun 2006, MK pernah membatalkan UU KKR yang telah disahkan oleh Pemerintah,” terang Ketua Tim Tindak Lanjut Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat itu.